Senin, 06 Desember 2010

TEORI EMANSIPATORIS HABERMAS

Bab I
Pendahuluan

Masalah yang mengemuka dalam filsafat sosial dan politik terkait dengan hakikat suatu kajian filsafat tercermin dalam pertanyaan-pertanyaan: Apa peran yang semestinya dilakukan oleh ‘rasio’ dalam refleksi-refleksi abstrak tentang masyarakat? Apakah suatu teoritisasi atas dasar suatu perspektif yang tidak memihak dan netral tentang masyarakat itu mungkin? Ataukah teoritisasi yang ada ini hanyalah sebuah permukaan dari suatu pemikiran yang sesungguhnya bias dan ditujukan hanya untuk kepuasan diri sendiri?
Tanpa mengabaikan semua minat yang terus ada dan bahkan semakin meningkat, teori kritis telah menarik perhatian dunia internasional. Sebuah kesadaran kritis mulai muncul terkait dengan pencapaian teoretisnya dewasa ini. Setiap gelombang minat baru, dengan seluruh upaya risetnya, menghilangkan dari proyek lama satu-dua elemen awalnya yang terkenal. Sehingga secara bertahap membentuk teori kritis menjadi sebuah pendekatan teoretis yang realistis dan terbuka untuk diverifikasi. Oleh karena itulah, upaya-upaya untuk merekonstruksi secara sistematis teori kritis selalu beranjak dari temuan-temuan kritis bahwa teori ini tidak membumi.
Teori kritis yang akan dibahas adalah sebutan untuk orientasi teoritis tertentu yang bersumber dari Kant, Hegel dan Marx, kemudian disistematisasi oleh Horkheimer dan sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan oleh Habermas. Secara umum istilah ini merujuk pada elemen kritik dalam filsafat Jerman yang dimulai dengan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant. Secara lebih khusus, teori kritis terkait dengan orientasi tertentu terhadap pengetahuan. Kant dengan epistemologinya berusaha menunjukkan bahwa rasio dapat menjadi kritis terhadap kemampuannya sendiri. Dengan kata lain, kritik dalam arti Kantian berarti kegiatan menguji sahih tidaknya klaim pengetahuan tanpa prasangka, dan kegiatan ini dilakukan oleh rasio filsafat yang ”dilahirkan” di Frankfurt. Yaitu teori kritis yang merupakan program metodologis jangka panjang yang selalu diperbaiki dan dilengkapi dengan wawasan baru, dan pengembangan teori ini bertujuan untuk mengaitkan rasio dan kehendak, riset dan nilai, pengetahuan dan kehidupan, teori danpraxis. Dengan singkat bisa dikatakan, bahwa teori kritik yang disusun dengan maksud praktis.





Bab II
Pembahasan

A. Latar Belakang Jürgen Habermas
Jurgen Habermas adalah filsuf kontemporer yang tidak diragukan lagi merupakan filsuf Jerman terpenting dewasa ini. Ia dilahirkan pada 18 Juni 1929 di daerah Dusseldorf Jerman. Habermas merupakan anak Ketua Kamar Dagang propinsi Rheinland – Westfalen di Jerman Barat. Ia dibesarkan di Gummersbach, sebuah kota menengah di Jerman dengan dinamika lingkungan Borjuis-Protestan. Pada tahun 1953, ketika Habermas sedang sibuk menulis disertasi doktor, ia menerbitkan artikel yang berjudul “Berpikir Bersama Heidegger Melawan Heidegger”. Di lingkungan filsafat akademik Jerman pasca kehancuran akibat Perang Dunia II, Heidegger bagaikan tiang penunjang yang diandalkan, jembatan antara dunia yang berantakan sehabis Hitler dan tradisi luhur filsafat Jerman. Dengan sangat kritis, Habermas berujar “Ingatlah, bagaimana dulu Heidegger memuji Nazi” Bahkan filsafat Heideggerpun dicela Habermas, “bisa dipakai untuk apa-apa saja”.
Habermas berhasil menyelesaikan disertasinya pada 1954 di Universitas Bonn Jerman, dengan menulis “Das Absolute und die Geschichte. Von der Zwiespältigkeit in Schellings Denken (The absolute and history: on the contradiction in Schelling’s thought)”.
Habermas bertolak dari Teori Kritis Masyarakat Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno. Ia hendak mengembangkan gagasan teori masyarakat yang dicetuskan dengan maksud yang belaka. Sedangkan Kritik dalam artiHegelian adalahrefleksi atauRefleksi-diri atas rintangan, tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukan-diri dari rasio dalam sejarah. Dengan kata lain, kritik berartirefleksi atas proses menjadi sadar atau negasi dan dialektika, karena bagi Hegel kesadaran timbul melalui rintangan.
B. Teori kritis(Critical Theory)
Teori kritikhendak memberikan sesuatu yang lain yang bukan berupa pencerminan tidak memihak mengenai masyarakat dewasa ini. Dengan menimbulkan kesadaran bahwa suatu filsafat masyarakat tanpa penyelidikan empiric hanya akan menghasilkan rangka pemikiran yang hampa, yang tidak memberikan keinsyafan apapun mengenai struktur masyarakat yang ada. Sebaliknya, penyelidikan empiric akan merupakan kegiatan yang sia-sia, bila tidak disertai kerangka kefilsafatan yang mewadahi serta memberi makna kepada penyelidikan tersebut.
Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Ia bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yang kita alami dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, dan dunia. Saat ini teori kritis menjadi salah satu alat epistemologis yang dibutuhkan dalam studi humaniora. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa makna bukanlah sesuatu yang alamiah dan langsung. Bahasa bukanlah media transparan yang dapat menyampaikan ide-ide tanpa distorsi, sebaliknya ia adalah seperangkat kesepakatan yang berpengaruh dan menentukan jenis-jenis ide dan pengalaman manusia.
Dengan berusaha memahami proses dimana teks, objek, dan manusia diasosiasikan dengan makna-makna tertentu, teori kritis mempertanyakan legitimasi anggapan umum tentang pengalaman, pengetahuan, dan kebenaran. Dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain dan alam, dalam kepala seseorang selalu menyimpan seperangkat kepercayaan dan asumsi yang terbentuk dari pengalaman—dalam arti luas—dan berpengaruh pada cara pandang seseorang, yang sering tidak tampak. Teori kritis berusaha mengungkap dan memertanyakan asumsi dan praduga itu. Dalam usahanya, teori kritis menggunakan ide-ide dari bidang lain untuk memahami pola-pola dimana teks dan cara baca berinteraksi dengan dunia. Hal ini mendorong munculnya model pembacaan baru. Karenanya, salah satu ciri khas teori kritis adalah pembacaan kritis dari dari berbagai segi dan luas.
Teori kritis adalah perangkat nalar yang, jika diposisikan dengan tepat dalam sejarah, mampu merubah dunia. Pemikiran ini dapat dilacak dalam tesis Marx terkenal yang menyatakan ”Filosof selalu menafsirkan dunia, tujuannya untuk merubahnya”. Ide ini berasal dari Hegel dalamPhenomenology of Spirit, mengembangkan konsep tentang objek bergerak yang, melalui proses refleksi-diri, mengetahui dirinya pada tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Hegel menggabungkan filsafat tindakan dengan filsafat refleksi sedemikian rupa sehingga aktivitas atau tindakan menjadi momen niscaya dalam proses refleksi. Hal ini memunculkan diskursus dalam filsafat Jerman tentang hubungan antara teori dan praktis, yakni bahwa aktivitas praktis manusia dapat merubah teori. Teori kritis, dengan demikian, adalah pembacaan filosofis—dalam arti tradisional—yang disertai kesadaran terhadap pengaruh yang mungkin ada dalam bangunan ilmu, termasuk didalamnya pengaruh kepentingan.
C. Teori Kritis Mazhab Frankfurt
Para pendahulu Habermas memandang pencerahan membuahkan Zweckrationalitat (rasionalitas tujuan), yang merupakan sumber dari berbagai bentuk saintisme, positivism, teknokratisme dan barbarism gaya baru. Aliran Frankfurt atau sering dikenal sebagai Mazhab Frankfurt (die Frankfurter Schule) merupakan sekelompok pemikir sosial yang muncul dari lingkungan Institut für Sozialforschung Universitas Frankfurt. Para pemikir sosial Frankfurt ini membuat refleksi sosial kritis mengenai masyarakat pasca-industri dan konsep tentang rasionalitas yang ikut membentuk dan mempengaruhi tindakan masyarakat tersebut.
Cara berpikir aliran Frankfurt dapat dikatakan sebagai teori kritik masyarakat ataueine Kritische Theorie der Gesselschaft. Maksud teori ini adalah membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Sejak semula, Sekolah

Frankfurt menjadikan pemikiran Marx sebagai titik tolak pemikiran sosialnya. Tapi yang perlu harus diingat adalah bahwa Sekolah Frankfurt tetap mengambil semangat dan alur dasar pemikiran filosofis idealisme Jerman, yang dimulai dari pemikiran kritisisme ideal Immanuel Kant sampai pada puncak pemikiran kritisisme historis dialektisnya Georg William Friederich Hegel.
Dengan sangat cerdas, sebagian besar pemikir dalam sekolah Franfurt berdialog dengan Karl Marx, Hegel dan I. Kant. Jadi dapat dikatakan bahwa pemikiran dialektis materialis ekonomi Karl Marx, pemikiran ideal rasional historis Hegel dan perspektif normatif subjek otonom Immanuel Kant bukan merupakan barang- barang yang asing dalam pemikiran Teori Kritis. Dalam perkembangan selanjutnya, ketika Max Horkheimer menjabat direktur Sekolah Frankfurt, pelan- pelan ia memasukkan pemikiran psikoanalisa Sigmund Freud ke dalam pemikiran sosial Teori Kritis (meskipun dengan hal ini, pemikiran kritis menuai kritik tajam sebagai pengkhianatan terhadap orthodoxi marxisme).
D. Konstruksi Teori Kritis Habermas
Berpijak dari pembacaan tentang masyarakat modern yang berjangkar pada tradisi pencerahan, Habermas melihat beberapa tendensi menindas dari tradisi Pencerahan sebagaimana secara terbuka telah diserang oleh Postmodernisme, karenanya dia menolak pendekatan transendental dan idealistik atas rasio. Habermas ingin menyajikan sebuah konsep rasio yang akan dapat dijadikan pijakan evaluasi terhadap norma-norma sosial. Seluruh proyek Habermas mengarah pada pembebasan manusia atas segala bentuk penindasan, termasuk sekalipun penindasan itu dilakukan dalam dan atas nama ‘rasionalitas modern’.
Impresi masa muda Habermas ketika menyaksikan fakta-fakta yang terungkap dalam pengadilan Nurenberg terkait dengan kejahatan kolektif atas kemanusiaan, sungguh membentuk pandangan ontis tentang seluruh atribut manusia dan masyarakat. Sangat menghentak nurani dan pikiran Habermas, sebagai sesuatu yang ada dalam ketegangan antara aspek empiris dan transcendental. Kepentingan ini mengarahkan pengetahuan kita, maka disebutnya “interest-kognitif” atau “kepentingan konstitutif-pengetahuan”. Karena kepentingan ini konstitutif bagi pengetahuan, dan bersifat empiris dan transcendental, tidak terpisah dari konteks objektif proses kehidupan biasa tetapi sekaligus melampainya.
Kepentingan teknis ini merupakan orientasi dasariah ilmu-ilmu alam. Karena itu, ilmu-ilmu alam sebenarnya berakar pada konteks kehidupan objektif manusia sebagai spesies yang melangsungkan hidupnya melalui tindakan instrumental. Atas dasar interests tersebut, Habermas menunjukkan implikasinya dalam tiga disiplin ilmu pengetahuan. Interests yang berkaitan dengan kebutuhan reproduksi dan kelestarian diri, lahirlah ilmu pengetahuan yang bersifatempiris-analitis (analitis-empiris).Interests yang kedua berhubungan dengan kebutuhan manusia untuk melakukan komunikasi dengan sesamanya di dalam praktek sosial yang menimbulkan suatu ilmu pengetahuan yang bersifathistories-hermeneutis (hermeneutis-historis).
Dan interests yang ketiga berhubungan dengan kepentingan yang mendorong diri untuk mengembangkan otonomi dan tanggung jawab sebagai manusia, dan tercermin dalam ilmu pengetahuan yang bersifat sosial-kritis (emansipatoris-kritis).
Dengan mendefinisikan kepentingan-kepentingan yang membentuk pengetahuan ini, Habermas ingin mengajak kita waspada terhadap klaim bahwa pengetahuan diidentifikasikan melalui kepentingan itu berciri alamiah, yaitu memuat aspek-aspek naluriah, psikologis, empiris, demi survivalmanusia di alam, tetapi juga sekaligus mengatasi alam, yaitu bersifat transcendental, memiliki klaim universal, dan mengatasi fungsiself-perservation sendiri. Habermas menolak reduksi pengetahuan pada satu kutub, entah empiris maupun transendental.
Habermas melihat adanya masalah ‘apriori’ yang ada pada pengorganisasian pengalaman manusia yang ada pada semua ilmu, dan juga terjadi pada pembentukan wilayah-wilayah objek ilmu sebagaimana disajikan oleh ‘kerangka transendental’. Di dalam ruang fungsional tindakan instrumental subjek menghadapi objek yang dinamis. Di sini sesuatu, peristiwa, dan kondisi secara prinsip dapat dimanipulasi. Dalil bahwasetiap struktur logis ilmu berkaitan erat dengan fungsi pragmatis dari pengetahuan ilmiah merupakan pijakan penting dalam bangunan teori kritis Habermas. Dalil tersebut juga membantu untuk memahami wilayah dan bentuk komunikasi intersubjektif yang berbeda, yakni ‘dunia-hidup’. Dunia- hidup(lifeworld)adalah sebuah konsep yang semula digunakan oleh Alfred Schutz untuk merujuk dunia kehidupan sehari-hari. Bagi Habermas terdapat tiga dimensi dunia-hidup, yakni: dunia objektif yang merepresentasikan fakta-fakta yang independen dari pemikiran manusia dan berfungsi sebagai titik referensi umum untuk menentukan kebenaran;dunia sosial yang terdiri dari hubungan- hubungan intersubjektif; dandunia subjektif dari pengalaman pribadi. Bagi Habermas, pribadi yang dapat memilah tiga aspek dari pengalaman dan perspektif yang melibatkan mereka, mencapai suatu pemahaman ‘tak terpusat’ (decentered) dari dunia hidup.
E. Kritik Ideologi
Sebagai kerangka dalam membangun keilmuan emansipatif, yang menyuarakan kesadaran (refleksi diri), sasaran Teori Kritis adalah kritik terhadap segala bentuk statisme, baik yang digerakkan oleh rasionalitas individu maupun ideologi masyarakat. Dalam persoalan ideologi. Teori Kritis memiliki tiga pandangan.Pertama, kritik secara radikal terhadap masyarakat dan ideologi dominan.Kedua, kritik ideologi tidak dilakukan untuk memberikan semacam justifikasi dalam bentuk ‘kritik moral’. Dan yangketiga, Kritik sebagai jiwa dari ilmu pengetahuan social kritis. Dengan ketiga pandangan ini, Habermas mengungkap ide yang secara terselubung dipakai untuk menjelaskan dan membenarkan tindakan sebagai pengganti motif yang sebenarnya dari tindakan itu. Dan selanjutnya dengan teorinya Habermas mengungkap interests-interests manipulative dan menindas yang bersembunyi dibalik realita.











Bab III
Kesimpulan
Analisisi-analisis epistemologis Habermas merupakan kritik yang tajam terhadap scientism dan positivisme yang memberhalakan sains dan teknologi modern sebagai kebenaran universal yang bebas kepentingan. Analisis-analisis Habermas masih tetap relevan untuk masyarakat Indonesia yang masih terus mencari orientasi bagi strategi modernitasnya. Pesannya amat jelas: “Waspadalah terhadap positivisme dan ilmu-ilmu sosial dan berbagai bentuk social engineering yang tidak melibatkan public dalam mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan bersama, karena sains dan teknologi tidak netral dari kepentingan- kepentingan.” Tujuan yang mau dicapai oleh Habermas adalah merumuskan syarat-syarat nyata untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari penindasan. Karena itu, Habermas mencoba mengembangkan teori kritis masyarakat.
Ideologi difahami Habermas sebagai kepercayaan, norma atau nilai yang dianut dan dikenal sebagaiweltanschauung (world view), sekaligus merupakan sudut pandangtertentu dalam memandang realitas sosial.
Segala bentuk ideologis dari sebuah kesadaran tidak akan diteliti apakah ia benar, memuaskan, buruk, dan sebagainya. Kritik ideologis mempermasalahkan apakah sesuatu hal itu merupakan kesadaran palsu, khayalan atau yang lainnya.



Dartar Pustaka
Achmadi, Asmoro, Filsafat Umum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995
A .Hanafi, Pengantar Filsafat, Pustaka al-Husna, Jakarta, 1981
Agger,Ben.Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Kreasi
Wacana , Yogyakarta, 2007

Anthony Giddens & Jonathan Turner,Social Theory Today: Panduan Sistematis
Tradisi dan Tren Terdepan Teori Sosial,Pentj: Yudi Santoso, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008

Axel Honneth, “Teori Kritis”, dalam Anthony Giddens and Jonathan H. Tunner,
Social Theory Today Panduan Sistematis Traadisi dan Tren Terdepan Teori Sosial, pentj: Yudi Santoso, Pustaka Pelajar, 2008

Baktiar, Amsal,Filsafat Ilmu, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

Bernard Delfgauw,Filsafat abad 20, penerjemah: Soejono soemarno, PT Tiara
Wacana Yogyakarta, 2001

Bernstein, Richard J., ed.,1985/1991,Habermas and Modernity, The MIT Press,
Cambridge, Massachusetts

E. Sumaryono,Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 1993
F. Budi Hardiman,Kritik Ideologi menyingkap pertautan pengetahuan dan
kepentingan bersama Jurgen Habermas,Penerbit Kanisius, 2009

Herbert Marcuse,Rasio & Revolusi, menyuguhkan kembali Doktrin Hegel untuk
Umum,pentj: Imam Baehaqie, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004

J. Habermas,Theory and Practice, London, Heinemann, 1971

Miller, Katherine, 2002,Communications Theories: Perspectives, Processes, and Contexs,McGraw Hill, Boston Muhammad Muslih,Filsafat Ilmu, Kejian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan,Belukar, Yogyakarta, 2008

Sindung Tjahyadi, “Teori Kritis Jurgen Habermas:Asumsi-asumsi dasar Menuju Metodologi Kritik Sosial”, dalamJurnal Filsafat, Agustus 2003, Jilid 34, Nomor 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar