Senin, 06 Desember 2010

ULUMUL QUR'AN , TAFSIR

Bab I
Pendahuluan
Ilmu pertama yang lahir di kalangan ummat Islam adalah ilmu tafsir (ulumul Qur’an. Ia menjadi mungkin dan menjadi kenyataan karena sifat ilmiah struktur bahasa arab. Ilmu tafsir Al Qur’an adalah penting, karena ia benar-benar merupakan ilmu asas yang di atasnya dibangun keseluruhan struktur, tujuan, pengertian pandangan dan kebudayaan agama Islam. Itulah sebabnya mengapa At Thabari (wafat 310 H/ 923 M) menganggapnya sebagai yang terpenting dibanding dengan seluruh pengetahuan dan ilmu. Ini adalah ilmu yang dipergunakan umat islam untuk memahami pengertian dan ajaran Kitab suci Al Qur’an, hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.Tafsir adalah satu-satunya ilmu yang berhubungan langsung dengan Nabi Muhammad saw, sebab Beliau telah diperintahkan oleh Allah swt untuk menyampaikan risalah kenabian, seperti yang termaktub dalam firman Allah. QS. An-Nahl:44 yang berbunyi:
       ••      
Artinya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan”. (QS.An-Nahl:44)
Karena Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab dengan mengikuti cara-cara retorika orang arab, maka orang-orang yang hidup sezaman dengan Nabi saw memahami makna ayat Al Qur’an serta situasi ketika diturunkannya (Sya’n dan asbabun nuzul). Meskipun demikian, terdapat aspek-aspek dan ajaran Al Qur’an yang memerlukan penjelasan dan penafsiran dari Nabi saw, baik secara verbal ataupun tingkah laku yang kemudian menjadi sunnah. Sebenarnya, dalam beberapa koleksi hadits terdapat bab khusus yang membahas tentang penafsiran Al Qur’an yang disebut kitab atau bab at tafsir. Pengetahuan tentang hadits dan sunnah menjadi salah satu prasyarat yang asasi bagi pemahaman dan penafsiran Al Qur’an. Prasyarat lain menurut Imam Suyuthi, adalah pengetahuan ilmu linguistik Arab, seperti nahwu, sharf, dan balaghah, ilmu Fiqih , pengetahuan tentang berbagai macam bacaan Al Qur’an (ilmu Qira’at), ilmu Asbabun nuzul, dan ilmu Nasikh Mansukh.









Bab II
Pembahasan
1. Tafsir
a. Pengertian Tafsir
Kata Tafsir diambil dari kata Fassara-yufassiru- tafsiran yang berarti keterangan atau urain ,al- Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka dan melahirkan). Pada dasarnya, pengertian tafsir bahasa adalah dari makna al-idhah (menjelaskan), al-bayan (menerangkan), al-kasyf (mengungkafkan), al-izhar (menampakkan), dan al-ibanah (menjelaskan).
Sedangkan menurut Istilah Tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat dalam A-Qur’an. dalam pengertian lain tafsir adalah Ilmu untuk memahami kitab Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Menjelaskan maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum dan hikmahnya. Dalam Al-Qur’an Allah juga berfirman yang terdapat dalam surat al-Furqan :

       • 



Artinya:
“Mereka tidak memberikan suatu contoh (yang buruk) kepada engkau, melainkan Kami berikan pula kebenaran kepada engkau beserta keterangan yang baik”. (QS, Al Furqan: 33).
b. Macam – macam Tafsir berdasarkan sumbernya
a) Tafsir bi Riwayah (Al-Ma’tsur)
Tafsir bir-riwayah atau tafsir bil-ma’tsur: Adalah penafsiran Al Qur’an dengan Qur’an, atau dengan Hadits ataupun perkataan para Shahabat, dan ijitihad untuk menjelaskan kepada sesuatu yang dikehendaki Allah swt.
Dari pengertian diatas bila kita lihat, ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-Ma’tsur yaitu.
1. Al-Qur’an yang dipandang sebagai terbaik terhadap Al-Qur’an itu sendiri. Sebagai contoh kata muttaqin pada surat Ali Imran (3) ayat133,yang menggunakan kandungan ayat berikutnya, yang menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik diwaktu lapang dan sempit dan seterusnya.
2. Otoritas Hadits Nabi yang memang berfungsi, diantaranya sebagai penjelas (mubayyin) Al-Qur’an. sebagai contoh penafsiran Nabi kata azh-zhulm pada surat Al-An’am (6) dengan pengertian syirik, dan pengertian ungkapan al-quwwah dengan ar-ramy (panah) pada firman Allah:
  •         •  •                     

Artinya:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”
3. Otoritas penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui Al-Qur’an. sebagai contoh penafsiran Ibnu Abbas terhadap kandungan surat An-Nashar (110) dengan kedekatan kewafatan Nabi.
4. Otoritas penjelasan Tabi’in sebagai orang yang bertemu langsung dengan sahabat. Sebagai contoh penafsiran Tabi’in terhadap surat Ash-Shaffat (37) 65 dengan sya’ir Imr al-Qays.
Kitab-kitab Tafsir bil-ma’tsur yang terkenal:
1. Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, oleh: Ibnu Jarir Ath Thabari
2. Bahrul ‘Ulum, oleh: Abu al Laits As Samarqandi
3. Al Kasyfu wal Bayan ‘an Tafsiril Qur’an, oleh: Abu Ishaq Ats Tsa’labi
4. Ma’alimut Tanzil, oleh: Al Husain bin Mas’ud Al Baghawi
5. Al Muharrir al Wajîz fi Tafsîr Al Kitâb Al ‘Azîz, oleh: Ibnu ‘Athiyyah Al Andalusi
6. Tafsirul Qur’anil Adzim, oleh: Al Hafidz Imaduddin Ibnu Katsir
7. Al Jawahirul Hisan, oleh: Abdurrahman Ats Tsu’alibi
8. Ad Durrul Mantsur, oleh: Jalaluddin As Suyuthi
9. Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibni ‘Abbas, oleh: Abu Thahir Al Fairuz Abadi
b) Tafsir bid Dirayah (Ar-Ra’yi)
Berdasarkan pengertian etimologi ra’yi berarti keyakinan (I’tiqad), analogi (qiyas) dan Ijtihad. Sedangkan dalam pengertian terminilogi Tafsir adalah Ijtihad. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Tafsir ar-ra’yi adalah tafsir yang penjelasannya di ambil berdasarkan Ijtihad dan pemikiran para mufassir setelah mengetahui dam memahami bahasa Arab dan Metodenya, dalil hukumnya, nasikh mansukh.
Tafsir ar-Ra’yi muncul sebagai “corak” penafsiran belakangan setelah munculnya Tafsir bil-ma’tsur,walaupun sebelunya Ra’yi dalam pengertian akal sudah digunakan para sahabat.
Mengenai keabsahan Tafsir ar-Ra’yi, para ulama berbeda pendapat ada yang mengharamkan, ada juga yang membolehkan. Akan tetapi perbedaan paham mereka, pada hakikatnya,berkisar tentang boleh tidaknya menjazamkan atau menyatakan sesuatu secara yang pasti. Selain dari itu seorang mufassir harus memperhatikan kaidah –kaidah bahasa dan prinsip-prinsip syara’ atau mengedepankan kepentingan dalam menggunakan ayat-ayat Al-qur’an.Namun bilasarat tersebut terpenuhi maka seorang mufassir boleh menafsirkan Al-Qur’an dengan bi Ra’yi.
Berdasarkan keterangan tersebut As sayuti telah menukilkan dari Az Zarkasyi mengnai syarat –sarat yang diperlukan untuk membolehkan seseorang menafsirkan Al-Qur’an Ar Ra’yi. Syarat-tersebut terhimpun dalam 4 syarat yaitu:
Pertama , mengambil riwayat yang diterimanya dari Rasul untuk menghindari yang dhai’f dan yang maudhu’
Kedua, memegangi para sahabi.
Ketiga, mempergunakan ketentuan –ketentuan bahasa dengan menghindari sesuatu yang tidak ditunjukkan kepadanya oleh bahasa yang terkenal.
Keempat,mengambil mana yang dikehendaki untuk siyaq (hubungan) pembicaraan dan ditunjuki oleh ketentuan ketentuan syara’.
Tafsir bir-ra’yi dibagi kepada dua bagian yaitu:
1. Tafsir Mahmud
Tafsir Mahmud: Adalah suatu penafsiran yang sesuai dengan kehendak syari’at (penafsiran oleh orang yang menguasai aturan syari’at), jauh dari kebodohan dan kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami nash-nash Qur’aniyah.
Adapun Hukum Tafsir bir-ra’yi al mahmud: Menafsirkan Al Qur’an dengan ijtihad dan dengan memenuhi syarat-syaratnya (menguasai ilmu-ilmu yang mendukung penafsiran Al Qur’an), serta berpegang kepadanya dalam memberikan makna-makna terhadap ayat-ayat Al Qur’an, maka penafsiran itu telah patut disebut Tafsir Mahmud atau Tafsir Al Masyru’ .
2. Tafsir Mdzmun
Tafsir al Madzmum: Adalah penafsiran Al Qur’an tanpa berdasarkan ilmu, atau mengikuti hawa nafsu dan kehendaknya sendiri, tanpa mengetahui kaidah-kaidah bahasa atau syari’ah. Atau dia menafsirkan ayat berdasarkan mazhabnya yang rusak maupun bid’ahnya yang tersesat.
Contoh :
           
Artinya :
Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).
Hukum Tafsir bir-ra’yi al Madzmum: Menafsirkan Al Qur’an dengan ra’yu dan Ijtihad semata tanpa ada dasar yang shahih adalah haram.
Adapun Kitab-kitab Tafsir bir-ra’yi al mahmud yang terkenal:
1. Mafatihul Ghaib, oleh: Fakhruddin Ar Razi
2. Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, oleh Al Baidhawi
3. Madarikut Tanzil wa Haqa’iqut Ta’wil, oleh: An Nasafi
4. Lubabut Ta’wil fi Ma’anit Tanzil, oleh: Al Khazin
5. Al Bahrul Muhith, oleh: Abu Hayyan
6. Tafsir al Jalalain, oleh: Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi
7. Ghara’ibul Qur’an wa Ragha’ibul Furqan, oleh: An Naisaburi
8. As Sirajul Munir, oleh: Al Khatib Asy Syarbini
9. Irsyâd al-‘Aql as-Salîm, oleh: Abu As Sa’ud
10. Ruhul Ma’ani, oleh Al Alusi.
c). Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari
Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyariadalah takwil Al Qur’an berbeda dengan lahirnya lafal atau ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh sebagian ulul ‘ilmi yang telah diberi cahaya oleh Allah swt dengan ilhamNya. Atau dengan kata lain, dalam tafsirul isyari seorang Mufassir akan melihat makna lain selain makna zhahir yang terkandung dalam Al Qur’an. Namun, makna lain itu tidak tampak oleh setiap orang, kecuali orang-orang yang telah dibukakan hatinya oleh Allah swt.
Hukum Tafsir bil-isyarah: Telah berselisih para ulama dalam menghukumi tafsir isyari, sebagian mereka ada yang memperbolehkan (dengan syarat), dan sebagian lainnya melarangnya
Ibnu Abbas berkata: Sesungguhnya Al Qur’an itu mengandung banyak ancaman dan janji, meliputi yang lahir dan bathin. Tidak pernah terkuras keajaibannya, dan tak terjangkau puncaknya. Barangsiapa yang memasukinya dengan hati-hati akan selamat. Namun barangsiapa yang memasukinya dengan ceroboh, akan jatuh dan tersesat. Ia memuat beberapa khabar dan perumpamaan, tentang halal dan haram, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, zhahir dan batin. Zhahirnya adalah bacaan, sedang bathinnya adalah takwil. Tanyakan ia pada ulama, jangan bertanya kepada orang bodoh.
Berkata Imam Az Zarkasyi dalam Al Burhan: Perkataan orang-orang sufi dalam tafsir Qur’an adalah bukan tafsir. Adapun Syarat-syarat diterimanya tafsir bil-isyari:
1. Tidak meniadakan makna lahir ayat Al Karimah
2. Tidak menyatakan bahwa makna isyarat itu merupakan makna sebenarnya (makna satu-satunya), tanpa ada makna zhahir
3. Hendaknya takwil yang digunakan tidak terlalu jauh, sehingga tidak sesuai dengan lafadz
4. Tidak bertentangan dengan syari’at maupun akal
5. Dalam takwilnya tidak menimbulkan keraguan pemahaman manusia.
Kitab-kitab Tafsir bil-isyari yang terkenal:
1. Tafsir Al Qur’an Al Karim, oleh: Sahal bin Abdullah At Tistari
2. Haqaiqut Tafsir, oleh: Abu Abdurrahman As Sulami
3. Al Kasf wal Bayan, oleh: Ahmad bin Ibrahim An Naisaburi
4. Tafsir Ibnu ‘Arabi, oleh: Muhyiddin Ibnu ‘Arabi
5. Ruhul Ma’ani, oleh Syihabuddin Al Alusi
c. Macam-macam Tafsir berdasarkan metodenya.
1. Metode Tahlili
Metode Tahlili adalah metode yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, mulai dari uraian, makna kosa kata, makna kalimat dan as bab an-Nuzul,dan riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi.
2. Metode Ijmali (Global)
Metode Ijmali yaitu menafsirkan Al-Qur’an secara global.
3. Metode Maudhu’I (Tematik)
Metode adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qura’an dalam bentuk format dan prosedur yang jelas.
4. Metode Muqaran
Metode Muqaran adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qura’an merujuk kepada penjelasan –penjelasan para mufassir.
2. Takwil
Takwil adalah murodif Tafsir, dalam pengertian bahasa yang sangat terkenal artinya adalah menjelaskan dan menerangkan. Dalam pengertian ahli Tafsir terdapat beberapa macam maknanya yakni, ada yang mengartikan dengan Tafsir,ada juga yang mengartikan dengan menerangkan arti dengan jalan dirayat, ada juga yang mengartikan dengan arti menerangkan makna –maknayang diperbolehkan dengan jalan isyarat. Para mufassirin mengartikan Takwil adalah memalingkan nash-nash Al-Qur’an dan As Sunnah yang Mutasyabihah, dari makna yang zhahir, kepada makna-makna yang sesuai dengan kesucian Allah dari menyerupai makhluk.
Dalam Pengertian lain, takwil menurut beberapa ulama terdahulu adalah menjelaskan suatu ayat dan makna yang terkandung di dalam al-Qur’an, baik terdapat kecocokan ataupun perbedaan di dalam ayat tersebut. Sedangkan menurut ulama kontemporer adalah memindahkan ayat dari makna yang lebih jelas kepada maknanya yang samar untuk mengkomparasikan antara antara yang tersurat dengan makna yang tersirat.
Imam Suyuti dalam kitabnya “al-Itqan” menjelaskan perbedaan antara tafsir dan takwil secara gamblang yakni: “Tafsir itu lebih umum daripada takwil dan lebih banyak digunakan pada nash-nash al-Qur’an. Sedangkan takwil lebih ditekankan pada makna yang terkandung di dalam nash dan kebanyakan digunakan pada ayat-ayat ketuhanan (ilahiyah)”.
3. Adapun perbedaan Tafsir dan Takwil
Tafsir adalah makna zhahir dari Al Quranul Karim yang jelas penunjukannya atas makna yang dimaksud dari nash Qur’an. Sedangkan Takwil adalah makna yang tesembunyi yang diistinbath dari ayat-ayat Qur’an, yang membutuhkan pemikiran dan istinbath yang membawa kepada banyak makna. Maka seorang mufassir akan mengembalikan maknanya kepada dalil (penunjukan) yang lebih kuat dan jelas


4. Kwalifikasi Mufassir
Para ulama zaman dahulu banyak berbicara tentang ilmu-ilmu yang diperlukan untuk sebuah tafsir Qur’an. Diantaranya mereka yang menekankan soal itu adalah as-Sayuthi. Dalam kitabnya Al-Itqan, diuraikan beberapa jenis ilmu yang sangat diperlukan yaitu:
1. Ilmu bahasa. Ilmu ini diperlukan untuk mengetahui arti kosa kata dan maknaya menurut letak masing-masing kata dalam rangkaian kalimat.
2. Ilmu Nahwu. Ilmu ini amat diperlukan mengingat suatu kata dapat berubah maknanya dan punya arti lain disebabkan karena perubahan I’rabnya.
3. Tashrif (ilmu sharaf). Dengan menguasai ilmu sharaf seorang penafsir dapat mengetahui bentuk kata-kata yang berubah dan yang tidak berubah (mu’rab dan mabni) serta dapat merasakan pula pradigma (mizan) setiap kata, bentuk serta sifatnya.
4. Ilmu etimologi. Yaitu ilmu tentang asal-usul kata. Ilmu ini digunakan untuk mengetahui dasar pembentukan akar kata yang melahirkan kata-kata serumpun dengan makna yang berlainan.
5. Tiga cabang ilmu retorika (balaghah), yaitu Ma’ani, bayan, dan badi’
6. Ilmu membaca (qiraat). Ilmu yang ini membuat orang dapat menjabarkan bagaimana ayat-ayat qur’an di ucapkan.
7. Ilmu Usuluddin. Yaitu kaidah-kaidah yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah dan iman.
8. Ilmu ushulul fiqh. Yaitu pokok –pokok hokum syari’at Islam.
9. Ilmu asbabun Nuzul. Yaitu pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya masing-masing ayat Al-Qur’an.
10. Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh. Yaitu pengetahuan mengenai ayat-ayat yang disisihkan dan ayat-ayat yang menyisihkan.
11. Ilmu hadist. Ilmu ini sangat penting sebab dengn hadist kita dapat mengetahui ayat yang mujmal dan mubham.
12. Ilmu mauhabah. Yaitu ilmu yang diberikan Allah kepada orang yang mengamalkan ilmu.











Bab III
Kesimpulan

Tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat dalam A-Qur’an. dalam pengertian lain tafsir adalah Ilmu untuk memahami kitab Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan Takwil adalah memalingkan nash-nash Al-Qur’an dan As Sunnah yang Mutasyabihah, dari makna yang zhahir, kepada makna-makna yang sesuai dengan kesucian Allah dari menyerupai makhluk
Tafsir terbagi kepada 2 yakni:
A. Dilihat dari sumbernya :
1. Tafsir bi Riwayah (Al-Ma’tsur
2. Tafsir bid Dirayah (Ar-Ra’yi)
3. Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari
B. Dilihat dari metodenya :
1. Metode Tahlili
2. Metode Ijmali (Global)
3. Metode Maudhu’I (Tematik)
4. Metode Muqaran
Perbedaan Tafsir dan Takwil
Tafsir adalah makna zhahir dari Al Quranul Karim yang jelas penunjukannya atas makna yang dimaksud dari nash Qur’an. Sedangkan Takwil adalah makna yang tesembunyi yang diistinbath dari ayat-ayat Qur’an, yang membutuhkan pemikiran dan istinbath yang membawa kepada banyak makna. Maka seorang mufassir akan mengembalikan maknanya kepada dalil (penunjukan) yang lebih kuat dan jelas


Daftar Pustaka

Anwar, Rosihan, Ilmu Tafsir, Pustaka Setia, Bandung, 2005
As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Pirdaus, Jakarta, 2008
Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Pirdaus, Jakarta, 2004
Asy-Syirbashi, Ahmad, Sejarah Tafsir Al-Qur’an, Pustaka Pirdaus, Jakarta, 1996
Al Qur’an dan Terjemahannya, terbitan Departemen Agama Republik Indonesia.
Ali Ash Shobuni,Syaikh Muhammad, At Tibyan fi Ulum Al Qur’an, Maktabah Rahmaniyah, Lahore Pakistan.
Az Zarkasyi, Imam, Al Burhan fi Ulum Al Qur’an.
Ali Jaadul Haqq Syaikh Jaadul Haqq, Min Ahkam Al Qur’an wa Ulumihi, Darush Shidq, Islamabad Pakistan.
Az Zarqani, Syaikh Muhammad Abdul Adzim, Manahilul’irfan fi ulum Al Qur’an, Daar Ihya at
Turats al Arabi Cet.II, Beirut Libanon
Adz Dzahabi, DR. Muhammad Husain, At Tafsir wa Al Mufassirun, Daar Al Kutub Al Haditsah Cet.II (1396H/1972M), Riyadh.
Hasbi Ash Shiddieqy, Muhammad, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, PT. Pustaka Rizki Putra,Semarang, 2002
Jamil Zainu, Syaikh Muhammad, Bagaimana Memahami Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta, 2006
Qurais Shihab dkk, M, Sejarah dan ‘Ulum Al-Qur’an, Pustaka Pirdaus, Jakarta, 2001
Quthan, mana’ul, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar