Jumat, 01 April 2011

FILSAFAT IBN RUSDY

BAB I
PENDAHULUAN
Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja, khususnya orang yunani. Diantara filsafat yang pernah berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat Persia, cina, India, dan tentu saja filsafat islam.
Tokoh yang paling popular dan dianggap paling berjasa dalam membuka mata barat adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia intelektual barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros. Begitu populernys Ibnu Rusyd dikalangan barat, sehingga pada tahun 1200-1650 terdapat sebuah gerakan yang disebut viorrisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd. Dari Ibnu Rusydlah mereka mempelajari Fisafat yunani Aristoteles (384-322 s.M), karena Ibnu Rusyd terkenal sangat konsisten pada filsafat Aristoteles. Maka dari itu pada kesempatan kali ini pemakalh mencoba untuk mengkaji filsafat beliau.




BAB II
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU RUSYD
A. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hukum Islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.
Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marakesh (Marakusy) Maroko atas permintaan Ibnu Thufail (w. 581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalkannya dengan khalifah Abu Ya’qub Yusuf. Dalam pertemuan pertama anatara Ibn Rusyd dengan Khalifah terjadi proses Tanya jawab diantara keduanya tentang asal-usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu mereka juga membahas tentang berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa petanyaan ini merupakan jebakan khalifah, karna persoalan ini sangat kurasial dan sensitif ketika itu.
Ternyata dugaan itu meleset. Khalifah yang pencinta Ilmu ini malah berdiskusi dengan ibnu thufail tentang masalah-masalah di atas. Khalifah Abu ya’kub dengan fasih dan lancar menjelasan persoalan-persoalan itu dan mengutif pendapat-pendapat seperti plato dan aristoteles. Khalifah dan ibnu thufail, sama-sama terlibat dalam diskusi yang berat. Terlihat bahwa khalifah yang memang pencinta ilmu pengetahuan ini sangat menguasai persoalan ilmu filsafat pendapat-pendapat mutakallimin atau teolog Plato dan Aristiteles. Ibnu Rusyd kagum pada pengetahuan khalifah tentang filsafat. Karenanya ia pun berani menyatakan pendapatnya sendiri. Pertemuan pertama ini ternyata membawa berkah bagi ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh khalifah untuk menterjemahkan karya-karya aristoteles menafsirkannya. Pertemuan itu pun mengantarkan Ibnu Rusyd untuk menjadi qodhi di sevile setelah dua tahun mengabdi ia pun diangkat menjadi hakim agung di kordova, selain tu pada tahun 1182 ia kembali keistana muwahidun di marakhes menjadi dokter pribadi khalifah pengganti ibnu thufail.
Pada tahun 1184 khalifah Abu Yakub Yusuf meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Abu Yusuf Ibnu Ya’kub Al-Mansur. Pada awal pemerintahannya khalifah ini menghormati Ibnu Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya, namun pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk dikalangan tokoh agama, mereka mulai menyerang para filsafat dan filosof. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia harus berhadapan oleh pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya kepentingan serta ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara mereka pun memfitnah Ibnu Rusyd. Akhirnya Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatnnya. Pada tahun 1195 ia diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan yahudi yang terletak sekitar 50 km di sebela selatan cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika serta astronomi yang tidak dibakar. Selain Ibn Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha’ dan sastrawan lainnya yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu ‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim di afrika), Abu Ja’far al-Dzahabi, Abu Rabi’ al-Khalif dan Nafish Abu al-‘Abbas.
Menurut Nurcholish, penindasan dan hukuman terhaap Ibn Rusyd ini bermula karena Khalifah al-Mansyur ringin mengambil hati para tokoh agama yang biasanya memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam. Khalifah melakukan hal ini karena didesak oleh keperluan untuk memobilisasi rakyatnya menghadapi pemberontakan orang-orang Kristen Spanyol. Disamping itu,hal yang cukup menarik, sikap anti kaum muslim Spanyol terhadap filsafat dan para filosof lebih keras daripada kaum muslim Maghribi atau Arab. Ini digunakan oleh pimpinan-pimpinan agama untuk memanas-manasi sikap anti terhadap filsafat dan cemburu kepada filosof.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan situasi kembali normal, khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya yang asli. Ia kembali memihak kepada pemikirab kreatif Ibn Rusyd, sutau sikap yamg sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah al- Mansyur merehabilitasi Ibn Rusyd an memanggilna kembali ke istana. Ibn Rusyd kembali mendapat perlakuan hormat. Tidak lama setelah itu, pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember 1197 Ibn Rusyd meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya, Cordova.
B. Pemikiran Ibnu Rusyd
1. Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam. Telah tersebut diatas tentang reaksi Al-Ghazali terhadap pemikiran mereka seraya menyatakan jenis-jenis kekeliruan yang diantaranya dapat digolongkan sebagai pemikiran sesat dan kufur.
Terhadap reaksi dan sanggahan tersebut Ibnu Rusyd tampil membela keabsahan pemikiran mereka serta membenarkan kesesuain ajaran agama dengan pemikiran falsafah. Ia menjawab semua keberatan imam Ghazali dengan argumen-argumen yang tidak kalah dari al-Ghazali sebelumya. Dalam bukunya Tahafut al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak bertentangan bertentangan dengan filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya tidak lebih dari bernalar tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya pencipta. Dalam hal ini syara’pun telah mewajibkan orang untuk mempergunakan akalnya, seperti yang jelas dalam firman Allah dalam SuratAl-‘Araf: 185 :
                       
Artinya:
“Apakah mereka tidak memikirkan (bernalar)tentang kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-‘Araf: 185)
Dan firman Allah surah Al-Hasyr: 2
          •          •                        
Artinya :
Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama[1463]. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.
Bernalar dan ber’itibar hanya dapat dimungkinkan dengan menggunakan kias akali, karena yang dimaksud dengan I’tibar itui tiadak lain dari mengambil sesuatu yang belum diktahui dari apa yang belum diketahui.
Akan tetapi, dalam agama ada ajaran tentang hal-hal yang ghaib seperti malikat, kebangkitan jasad, sifat-sifat surga dan neraka dan lain-lain sebagainya yang tidak dapat diapahami akal, maka hal-hal yang seperti itu kata Ibn Rusyd merupakan lambang atau simbol bagi hakikat akali. Dalam hal ini, ia menyetujui pendapat imam al-Ghazali yang mengatakan, wajib kembali kepada petunjuk-petunjuk agama dalam hal-hal yang tidak mampu akal memahaminya.
2. Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, ibnu rusyd berpendapat bahwa allah adalah penggerak pertama (muharrik al awwal), sifat positif yang diberikan oleh allah adalah akal. Wujud allah adalah esa-nya. wujud Dan ke esa-annya tidak berbeda dengan zat-nya
Dalam pembuktian adanya tuhan sendiri, golongan hasywiyah, shufiyah, mu’tazilah, asy’ariyah dan falasifah, masing-masing golongan tersebut mempunyai pendappat yang berbeda satu sama lainnya.dengan menggunakan ta’wil dalam mengartikan kata kata syari’i sesuai dengan kepercayaan mereka.golongan hasywiyah misalnya mereka berpendapat bahwa cara mengenal tuhan adalah melalui sama’ (pendengaran) saja, bukan melalui akal. Mereka berpegang pada riwayat-riwayat syr’I yang muttashil tanpa menggunakan ta’wil. Ibnu rusyd menolak jalan pikiran yang demikian, karenanya islam mengajak kita untuk memperhatikan alam maujud ini dengan akal pikiran kita. Cara mengenal tuhan menurut golongan tasawuf adalah bukan berupa pemikiran yang tersusun dari premis-premis yang menghasilkan kesimpulan, akan tetapi melalui jiwa yang ketika terlepas dari hambatan-hambatan duniawi dan menghadapkan pikiran pada zat yang maha mengampuni. Ibnu rusyd mengatakan bahwa keterangan tersebut pun tidak bisa diperlakukan untuk umum, karena derajat keimanan manusia tidaklah bisa disama ratakan
Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak dalil-dalil yang pernah dkemukakan oleh beberapa golongan sebelumnya karena tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai ayatnya, dan karena itu, Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai, tidak saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang –orang khusus yang terpelajar.
a. Dalil ‘inayah (pemeliharan)
Dalil ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan dengan manusi. Artinya segala yang ada ini, mulai dari siang, malam, matahari bulan dan lain sebagainya, memang dijadikan untuk tujuan kelangsungan manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai dengan kehidupan manusia. Dan kedua, kesesuaian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaja diciptakan dan dipelihara demikian oleh sang pencipta bijaksana.


b. Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
Dalil ini didasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk ini, seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita mengamati benda mati lalu terjadi kehidupan padanya,sehingga yakin adanya Allah yang menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang dan falak di angkasa tunduk seluruhnya kepada ketentuannya. Karena itu siapa saja yang ingin mengetahui Allah dengan sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan hakiki pada semua realitas ini.
c. Dalil harkah (Gerak.)
Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd memandangnya sebagi dalil yang meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh Aristoteles sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-ubah. Gerakan tersebut menunjukkan adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan bukan benda yaitu tuhan. Dalil pertama dan dalil kedua disepakati oleh semua pihak karena sesuai dengan syari’at karena adanya ayat-ayat al-qur’an yang mengisyaratkan pada dalil tersebut. Sedangkan dalil ketiga adalah dalil yang pertama kali dicetuskan oleh aristoteles yang kemudian dipergunakan oleh ibnu sina, alfarabi dan ibnu rusyd sendiri.
3. Moral
Ibnu rusyd membenarkan teori plato bahwa manusia adalah makhluk social yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaan. Dalam mencapai kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutaman akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang juaga mengajarkan keutamaan teoristis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.
Ibnu rusyd merupakan filsuf muslim rasional, yang mempercayai kekuatan akal, dan menggunakannya sebagai alat untuk mencari kebenaran di samping wahyu, namun bukan berarti kebebaan liar seperti yang terjadi pada averoisme yang free thinker ateis, ia tidak mengutamakan akal daripada wahyu. Tetapi mewariskan pada kita pemikiran rasional yang sesuai dengan sinyal kebenaran yang dipantulkan oleh al quran dan hadith, tidak ada satupun ajarannya yang tidak sesuai dengan alquran dan al hadith. Berbeda dengan averoisme yang mengajarkan double truth, yang akhirnya menganggap manusia tidaklah butuh agama dan menjadi ateis.
BAB III
PENUTUP
Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan.
Pemikiran Ibnu Rusyd di antaranya ialah:
1. Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam
2. Metafisika meliputi:
• Dalil wujud Allah
• Dalil ‘inayah (pemeliharan)
• Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
• Dalil harkah (Gerak.)
4. Ibnu rusyd membenarkan teori plato bahwa manusia adalah makhluk social yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaan. Dalam mencapai kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutaman akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang juaga mengajarkan keutamaan teoristis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Akhyar Dasoeki Thawil, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, Semarang; Dina Utama Semarang, 1993

Abdullah Amin, Studi Islam : Normativitas atau Historistas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986
Hanafi, Ahmad, Pengantar filsafat islam, Bulan Bintang: Jakarta, 1991.
--------------------,Theology Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Iqbal, Muhammad, Ibnu Rusyd dan Averroisme, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004

Mustofa,H. A . Filsafat Islam, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1997
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Radar Jaya Jakarta 1999
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam,sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1982

----------------------, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

---------------------, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1986.
Sucipto,Hery, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi, Bandung: Mizan, 2003

FILSAFAT IBN RUSDY

BAB I
PENDAHULUAN
Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja, khususnya orang yunani. Diantara filsafat yang pernah berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat Persia, cina, India, dan tentu saja filsafat islam.
Tokoh yang paling popular dan dianggap paling berjasa dalam membuka mata barat adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia intelektual barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros. Begitu populernys Ibnu Rusyd dikalangan barat, sehingga pada tahun 1200-1650 terdapat sebuah gerakan yang disebut viorrisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd. Dari Ibnu Rusydlah mereka mempelajari Fisafat yunani Aristoteles (384-322 s.M), karena Ibnu Rusyd terkenal sangat konsisten pada filsafat Aristoteles. Maka dari itu pada kesempatan kali ini pemakalh mencoba untuk mengkaji filsafat beliau.




BAB II
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU RUSYD
A. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hukum Islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.
Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marakesh (Marakusy) Maroko atas permintaan Ibnu Thufail (w. 581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalkannya dengan khalifah Abu Ya’qub Yusuf. Dalam pertemuan pertama anatara Ibn Rusyd dengan Khalifah terjadi proses Tanya jawab diantara keduanya tentang asal-usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu mereka juga membahas tentang berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa petanyaan ini merupakan jebakan khalifah, karna persoalan ini sangat kurasial dan sensitif ketika itu.
Ternyata dugaan itu meleset. Khalifah yang pencinta Ilmu ini malah berdiskusi dengan ibnu thufail tentang masalah-masalah di atas. Khalifah Abu ya’kub dengan fasih dan lancar menjelasan persoalan-persoalan itu dan mengutif pendapat-pendapat seperti plato dan aristoteles. Khalifah dan ibnu thufail, sama-sama terlibat dalam diskusi yang berat. Terlihat bahwa khalifah yang memang pencinta ilmu pengetahuan ini sangat menguasai persoalan ilmu filsafat pendapat-pendapat mutakallimin atau teolog Plato dan Aristiteles. Ibnu Rusyd kagum pada pengetahuan khalifah tentang filsafat. Karenanya ia pun berani menyatakan pendapatnya sendiri. Pertemuan pertama ini ternyata membawa berkah bagi ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh khalifah untuk menterjemahkan karya-karya aristoteles menafsirkannya. Pertemuan itu pun mengantarkan Ibnu Rusyd untuk menjadi qodhi di sevile setelah dua tahun mengabdi ia pun diangkat menjadi hakim agung di kordova, selain tu pada tahun 1182 ia kembali keistana muwahidun di marakhes menjadi dokter pribadi khalifah pengganti ibnu thufail.
Pada tahun 1184 khalifah Abu Yakub Yusuf meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Abu Yusuf Ibnu Ya’kub Al-Mansur. Pada awal pemerintahannya khalifah ini menghormati Ibnu Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya, namun pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk dikalangan tokoh agama, mereka mulai menyerang para filsafat dan filosof. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia harus berhadapan oleh pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya kepentingan serta ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara mereka pun memfitnah Ibnu Rusyd. Akhirnya Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatnnya. Pada tahun 1195 ia diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan yahudi yang terletak sekitar 50 km di sebela selatan cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika serta astronomi yang tidak dibakar. Selain Ibn Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha’ dan sastrawan lainnya yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu ‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim di afrika), Abu Ja’far al-Dzahabi, Abu Rabi’ al-Khalif dan Nafish Abu al-‘Abbas.
Menurut Nurcholish, penindasan dan hukuman terhaap Ibn Rusyd ini bermula karena Khalifah al-Mansyur ringin mengambil hati para tokoh agama yang biasanya memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam. Khalifah melakukan hal ini karena didesak oleh keperluan untuk memobilisasi rakyatnya menghadapi pemberontakan orang-orang Kristen Spanyol. Disamping itu,hal yang cukup menarik, sikap anti kaum muslim Spanyol terhadap filsafat dan para filosof lebih keras daripada kaum muslim Maghribi atau Arab. Ini digunakan oleh pimpinan-pimpinan agama untuk memanas-manasi sikap anti terhadap filsafat dan cemburu kepada filosof.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan situasi kembali normal, khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya yang asli. Ia kembali memihak kepada pemikirab kreatif Ibn Rusyd, sutau sikap yamg sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah al- Mansyur merehabilitasi Ibn Rusyd an memanggilna kembali ke istana. Ibn Rusyd kembali mendapat perlakuan hormat. Tidak lama setelah itu, pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember 1197 Ibn Rusyd meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya, Cordova.
B. Pemikiran Ibnu Rusyd
1. Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam. Telah tersebut diatas tentang reaksi Al-Ghazali terhadap pemikiran mereka seraya menyatakan jenis-jenis kekeliruan yang diantaranya dapat digolongkan sebagai pemikiran sesat dan kufur.
Terhadap reaksi dan sanggahan tersebut Ibnu Rusyd tampil membela keabsahan pemikiran mereka serta membenarkan kesesuain ajaran agama dengan pemikiran falsafah. Ia menjawab semua keberatan imam Ghazali dengan argumen-argumen yang tidak kalah dari al-Ghazali sebelumya. Dalam bukunya Tahafut al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak bertentangan bertentangan dengan filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya tidak lebih dari bernalar tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya pencipta. Dalam hal ini syara’pun telah mewajibkan orang untuk mempergunakan akalnya, seperti yang jelas dalam firman Allah dalam SuratAl-‘Araf: 185 :
                       
Artinya:
“Apakah mereka tidak memikirkan (bernalar)tentang kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-‘Araf: 185)
Dan firman Allah surah Al-Hasyr: 2
          •          •                        
Artinya :
Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama[1463]. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.
Bernalar dan ber’itibar hanya dapat dimungkinkan dengan menggunakan kias akali, karena yang dimaksud dengan I’tibar itui tiadak lain dari mengambil sesuatu yang belum diktahui dari apa yang belum diketahui.
Akan tetapi, dalam agama ada ajaran tentang hal-hal yang ghaib seperti malikat, kebangkitan jasad, sifat-sifat surga dan neraka dan lain-lain sebagainya yang tidak dapat diapahami akal, maka hal-hal yang seperti itu kata Ibn Rusyd merupakan lambang atau simbol bagi hakikat akali. Dalam hal ini, ia menyetujui pendapat imam al-Ghazali yang mengatakan, wajib kembali kepada petunjuk-petunjuk agama dalam hal-hal yang tidak mampu akal memahaminya.
2. Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, ibnu rusyd berpendapat bahwa allah adalah penggerak pertama (muharrik al awwal), sifat positif yang diberikan oleh allah adalah akal. Wujud allah adalah esa-nya. wujud Dan ke esa-annya tidak berbeda dengan zat-nya
Dalam pembuktian adanya tuhan sendiri, golongan hasywiyah, shufiyah, mu’tazilah, asy’ariyah dan falasifah, masing-masing golongan tersebut mempunyai pendappat yang berbeda satu sama lainnya.dengan menggunakan ta’wil dalam mengartikan kata kata syari’i sesuai dengan kepercayaan mereka.golongan hasywiyah misalnya mereka berpendapat bahwa cara mengenal tuhan adalah melalui sama’ (pendengaran) saja, bukan melalui akal. Mereka berpegang pada riwayat-riwayat syr’I yang muttashil tanpa menggunakan ta’wil. Ibnu rusyd menolak jalan pikiran yang demikian, karenanya islam mengajak kita untuk memperhatikan alam maujud ini dengan akal pikiran kita. Cara mengenal tuhan menurut golongan tasawuf adalah bukan berupa pemikiran yang tersusun dari premis-premis yang menghasilkan kesimpulan, akan tetapi melalui jiwa yang ketika terlepas dari hambatan-hambatan duniawi dan menghadapkan pikiran pada zat yang maha mengampuni. Ibnu rusyd mengatakan bahwa keterangan tersebut pun tidak bisa diperlakukan untuk umum, karena derajat keimanan manusia tidaklah bisa disama ratakan
Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak dalil-dalil yang pernah dkemukakan oleh beberapa golongan sebelumnya karena tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai ayatnya, dan karena itu, Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai, tidak saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang –orang khusus yang terpelajar.
a. Dalil ‘inayah (pemeliharan)
Dalil ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan dengan manusi. Artinya segala yang ada ini, mulai dari siang, malam, matahari bulan dan lain sebagainya, memang dijadikan untuk tujuan kelangsungan manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai dengan kehidupan manusia. Dan kedua, kesesuaian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaja diciptakan dan dipelihara demikian oleh sang pencipta bijaksana.


b. Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
Dalil ini didasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk ini, seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita mengamati benda mati lalu terjadi kehidupan padanya,sehingga yakin adanya Allah yang menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang dan falak di angkasa tunduk seluruhnya kepada ketentuannya. Karena itu siapa saja yang ingin mengetahui Allah dengan sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan hakiki pada semua realitas ini.
c. Dalil harkah (Gerak.)
Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd memandangnya sebagi dalil yang meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh Aristoteles sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-ubah. Gerakan tersebut menunjukkan adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan bukan benda yaitu tuhan. Dalil pertama dan dalil kedua disepakati oleh semua pihak karena sesuai dengan syari’at karena adanya ayat-ayat al-qur’an yang mengisyaratkan pada dalil tersebut. Sedangkan dalil ketiga adalah dalil yang pertama kali dicetuskan oleh aristoteles yang kemudian dipergunakan oleh ibnu sina, alfarabi dan ibnu rusyd sendiri.
3. Moral
Ibnu rusyd membenarkan teori plato bahwa manusia adalah makhluk social yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaan. Dalam mencapai kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutaman akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang juaga mengajarkan keutamaan teoristis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.
Ibnu rusyd merupakan filsuf muslim rasional, yang mempercayai kekuatan akal, dan menggunakannya sebagai alat untuk mencari kebenaran di samping wahyu, namun bukan berarti kebebaan liar seperti yang terjadi pada averoisme yang free thinker ateis, ia tidak mengutamakan akal daripada wahyu. Tetapi mewariskan pada kita pemikiran rasional yang sesuai dengan sinyal kebenaran yang dipantulkan oleh al quran dan hadith, tidak ada satupun ajarannya yang tidak sesuai dengan alquran dan al hadith. Berbeda dengan averoisme yang mengajarkan double truth, yang akhirnya menganggap manusia tidaklah butuh agama dan menjadi ateis.
BAB III
PENUTUP
Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan.
Pemikiran Ibnu Rusyd di antaranya ialah:
1. Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam
2. Metafisika meliputi:
• Dalil wujud Allah
• Dalil ‘inayah (pemeliharan)
• Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
• Dalil harkah (Gerak.)
4. Ibnu rusyd membenarkan teori plato bahwa manusia adalah makhluk social yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai kebahagiaan. Dalam mencapai kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir bagi manusia, diperlukan bantuan agama yang akan meletakkan dasar-dasar keutaman akhlak secara praktis, juga bantuan filsafat yang juaga mengajarkan keutamaan teoristis, untuk itu diperlukan kemampuan berhubungan dengan akal aktif.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Akhyar Dasoeki Thawil, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, Semarang; Dina Utama Semarang, 1993

Abdullah Amin, Studi Islam : Normativitas atau Historistas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986
Hanafi, Ahmad, Pengantar filsafat islam, Bulan Bintang: Jakarta, 1991.
--------------------,Theology Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Iqbal, Muhammad, Ibnu Rusyd dan Averroisme, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004

Mustofa,H. A . Filsafat Islam, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1997
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Radar Jaya Jakarta 1999
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam,sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1982

----------------------, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

---------------------, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1986.
Sucipto,Hery, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi, Bandung: Mizan, 2003

Islam di Vienam

BAB I
PENDAHULUAN
Menatap dunia masa kini tentunya tidak sama halnya dengan menatap dunia masa lalu. Hal ini sangat berkaitan dengan cara pandang para pelaku sejarah (masyarakat) yang hidup pada zamannya. Sebab cara pandang ini berdasar pada standar kemajuan yang seolah-olah telah menjadi nota kesepahaman dan kesepakatan masyarakat dalam menatap kehidupan di zamannya. Terlebih lagi ketika ada diskursus mengenai kebudayaan. Tentunya standar kemajuan tersebut akan melahirkan suatu indicator-indikator sebagai tolak ukur terhadap gejala-gejala perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut.
Sehingga penilaian maju mundurnya suatu kebudayaan masyarakat tertentu bisa dilakukan ketika indikasi perubahan sosial mulai bermunculan. Pendek kata, yang menyebabkan munculnya perbedaan cara pandang masyarakat terhadap dunianya adalah bahwa standarisasi kemajuan mempunyai kelemahan terhadap batasan kronologis waktu. Tak pelak lagi, memang kehidupan kita terbatas oleh “ruang dan waktu”. Meninjau kembali sejarah peradaban dunia, telah terjadi benturan-benturan peradaban sebagai akibat dari arogansi identitas terhadap kebudayaannya. Memang suatu peradaban merupakan implementasi dari kebudayaan manusia dan diyakini sebagai tatanan kehidupan sosial masyarakat. Karena hal itulah maka terjadi gesekan-gesekan antar kepentingan terhadap kebudayaan. Barangkali dengan begitu suatu kepentingan akan terlegalisasi oleh suatu sistem kebudayaan masyarakatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Proses Masuknya Islam ke Vietnam
Vietnam adalah negara sosialis yang berpenduduk + 80 juta jiwa dengan wilayah seluas 331.688 km2. Negara beribukota Hanoi ini terbagi dalam 59 provinsi dan lima kota setingkat provinsi. Sejumlah provinsi diklasifikasi dalam delapan wilayah, yaitu: Northwest, Northeast, Red River Delta, North Central Coast, South Central Coast, Sentral Highland, Southeast, dan Mekong River Delta. Secara geografis, Vietnam masih berada di Asia Tenggara, persisnya di kawasan Indochina, dengan batas RRC di bagian utara. Sedangkan di bagian barat Vietnam dibatasi oleh negara Laos dan Kamboja.
Vietnam memiliki kemiripan sejarah dengan Indonesia. Vietnam dijajah oleh Perancis selama lebih dari satu setengah abad, kemudian pada tahun 1941 digantikan oleh Jepang. Vietnam merdeka pada tanggal 2 September 1945 setelah berhasil mengusir Jepang yang telah menjajahnya selama 4 tahun. Akan tetapi kemerdekaan tersebut tidak diakui oleh Perancis yang masih merasa memiliki Vietnam. Keadaan ini menyebabkan terjadinya perang dengan Perancis selama delapan tahun yang berakhir dengan kekalahan Perancis pada tahun 1854. Menyerahnya Perancis tidak mengakhiri peperangan di Vietnam. Karena Vietnam terpecah menjadi dua negara. Pertama Vietnam Utara yang merdeka di bawah pimpinan Ho Chi Minh. Yang kemudian berkembang menjadi negara komunis. Yang kedua Vietnam Selatan yang cenderung kapitalis karena didukung oleh Amerika Serikat.
Perang saudara kedua negara pecah pada tahun 1969. Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat, akhirnya takluk dengan Vietnam Utara yang dibantu oleh negara-negara Timur, terutama RRC. Perang yang menewaskan ribuan rakyat kedua belah pihak dan sejumlah tentara Amerika masuk dalam istilah MIA (missing in action) ini baru berakhir pada tahun 1975, dan Amerika angkat kaki dari negara itu. Perang yang kejam ini sempat melahirkan killing field yang diangkat ke layar lebar oleh industri perfilman Hollywood. Dengan berakhirnya perang itu, maka pada tahun 1976 kedua Vietnam bersatu dalam satu bendera di bawah nama Republik Sosialis Demokrasi Vietnam, dengan lagu kebangsaan Tien Quan Cha.
Di awal berdirinya, Vietnam mengalami kesulitan ekonomi hebat hingga tahun 1990. Kesulitan ini antara lain karena adanya embargo dari Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa. Namun pada tahun 1990– sejak ditemukannya kandungan minyak bumi di perut negara itu – Vietnam menunjukkan perbaikan ekonomi secara mengejutkan. Laporan Bank Dunia mencatat, bahwa Vietnam merupakan negara yang memiliki perkembangan ekonomi tercepat kedua di dunia, dengan angka pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) per tahun antara 2000-2004 rata-rata sebesar 7%. Presiden Nguyen Minh Triet dan Perdana Menteri Nguyen Tan Dung boleh berbangga, karena pada tahun 2007 ini Bank Dunia mencatat, bahwa pendapatan per kapita rakyat Vietnam mencapai US$ 3.025. Sejarah Masuknya Islam di Vietnam Negeri Melayu Champa berdiri sekitar pada abad ke-3 hingga abad ke-15 M dengan kekuatan dan pengaruh yang sangat luas. Sebagaimana kerajaan melayu yang lain, pada saat itu agama Hindu dan Budha sangat mempengaruhi corak pemerintahan kerajaan dengan unsur ketuhanan yang menjadi panutan rakyat. Daerah kekuasaan kerajaan Champa terletak di pertengahan dan selatan Vietnam.Monumen dan artifak-artifak masih dapat dilihat sebagai bukti sejarah yang menakjubkan. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat memberikan gambaran tingginya upaya bangsa Champa dalam mengolah pemikiran abstrak serta nilai-nilai falsafah yang sangat tinggi.
Kebijakan terhadap agama di Vietnam mengikuti amanat Ho Chi Minh sehari setelah pernyataan kemerdekaan pada tanggal 3 September 1945. Ada enam hal penting yang disampaikan oleh Ho, satu di antaranya adalah kepastian adanya kebebasan bagi warganegara untuk mengikuti atau tidak mengikuti agama. Karena itu sejak konstitusinya yang pertama kebebasan beragama merupakan salah satu dari lima hak dan kewajiban yang utama dari warganegara. Pada Pasal 10 konstitusi itu menyatakan bahwa hak terhadap kebebasan berbicara, kebebasan melakukan penerbitan, kebebasan untuk berorganisasi dan berkumpul, kebebasan beragama, dan kebebasan untuk melakukan perjalanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Kebebasan beragama (juga kebebasan untuk tidak beragama) diatur pula dalam Konstitusi 1959 dan terakhir dalam Konstitusi 1992. Salah satu pasal Konstitusi 1992 yang masih berlaku sampai saat ini menyatakan, bahwa setiap warganegara memiliki hak untuk bebas beragama baik menjadi pengikut agama maupun tidak menjadi pengikut agama. Semua agama mempunyai persamaan di depan hukum. Tempat beribadat umat beragama dilindungi oleh undang-undang. Tak seorang pun diperbolehkan mengganggu kebebasan berkepercayaan dan beragama, atau mengambil keuntungan dari agama secara melawan undang-undang dan kebijakan negara. Ketika berkunjung ke Jakarta awal November tahun lalu, Dr. Nguyen Thanh Xuan, Ketua Delegasi Keagamaan Vietnam mengatakan bahwa semua agama diatur oleh Departemen Agama Vietnam, kecuali “agama” Kong Fu Chu. Mengapa? Karena Kong Fu Chu menurut Xuan hanyalah filosofi manusia, bukan agama .
Di samping konstitusi terdapat juga peraturan pemerintah yang antara lain mengatur tentang organisasi agama, pendaftaran organisasi agama, perizinan kegiatan keagamaan, penggunaan tanah untuk rumah ibadah, pencarian dana oleh umat beragama, dan tatacara organisasi agama melakukan hubungan internasional. Dapat disimpulkan bahwa pemerintah pada dasarnya hanya mengatur tentang pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan umat beragama agar tidak dilakukan secara liar. Artinya Pemerintah Vietnam sama sekali tidak ikut mencampuri persoalan internal umat beragama dan tidak ikut serta memikirkan pengembangan ataupun pendidikan agama. Jika pun pemerintah ikut membiayai kegiatan atau penerbitan kitab-kitab agama, hal itu semata-mata merupakan bantuan sekaligus kontrol terhadap organisasi keagamaan.
Kehidupan beragama di Vietnam telah dimulai sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lampau. Hal ini ditunjukkan dengan adanya rumah-rumah ibadah yang yang telah berumur ratusan tahun. Gereja Phat Diem Katedral di Propinsi Ninh Binh, misalnya telah dibangun pada tahun 1875. Begitu pula Pagoda Taifung di Propinsi Ha Tai telah berdiri sejak tahun 1554 dan Pagoda Huong Tich di propinsi yang sama juga telah dibangun sejak abad ke-11. Warganegara Vietnam yang tercatat memeluk agama berjumlah + 20 juta orang atau 25% dari jumlah penduduk seluruhnya. Agama-agama resmi yang di negara itu adalah Budha, Katolik, Kristen, Cao Dai, Hua Hao, dan Islam.
Dari segi jumlah pemeluk agama Budha menempati urutan terbesar, yakni lebih kurang 10 juta orang. Umat Budha menyebar di seluruh provinsi yang ada di Vietnam. Majelis Agama Budha memiliki empat buah institut agama Budha, 38 sekolah agama, dan lebih 5.000 orang biksu/biksuni. Urutan kedua ditempati oleh agama Katolik. Agama ini masuk ke Vietnam pada tahun 1533 pada masa raja Lee Trang Ton dibawa oleh seorang pengusaha bernama Ignatius. Saat ini umat Katolik di Vietnam berjumlah hampir 6 juta orang. Keberadaan umat Katolik didukung oleh 26 wilayah gereja, dua orang kardinal, tiga uskup agung, dan 43 uskup. Lembaga Keuskupan Agama Katolik dibentuk pada tahun 1980 yang masing-masing kepengurusan berlangsung selama tiga tahun.
Agama Kristen masuk ke urutan ketiga dengan jumlah pemeluk sekitar sejuta orang. Umat Kristen di Vietnam terbagi dalam empat kelompok yaitu Confederasi Evangelis atau Northern Church, Gereja Dataran Tinggi bagian Utara, Asosiasi Misionaris Protestan, dan provinsi Binh Phruoc dan Dataran tinggi tengah. Agama Kristen pertama kali masuk ke Vietnam pada tahun 1887 dibawa oleh Pasto A.B. Simpson. Majelis Agama Kristen memiliki sebuah lembaga pendidikan dan 10 kursus-kursus keagamaan.
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang penentuan tahun masuknya Islam ke Vietnam, namun mereka sepakat bahwa Islam telah sampai ke tempat ini pada adab ke 10 dan 11 Masehi melalui jamaah dari India, Persia dan pedagang Arab, dan menyebar antara jamaah cham sejak adanya perkembangan kerajaan mereka di daerah tengah Vietnam hari saat ini, dan dikenal dengan nama kerajaan Cham. Umat Islam tersebar dibeberapa daerah. Sesuai dengan statistik yang bersumber dari departemen luar negeri Vietnam melalui situs internet bahwa jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 70.700 ribu jiwa, dan terdapat 100 masjid di beberapa bagian negeri, dan umat Islam tersebar pada daerah yang beragam, di antaranya: Binh Thuan, Ninh Thuan, An Giang, Tay Ninh, Dong Nai, dan Ho Chi Minh City, kelompok kecil di ibu kota Ha Noi.
2. Mazhab Yang Diikuti
Terdapat dua mazhab besar umat Islam di Vietnam: mazhab Sunni dan mazhab Bani. Adapun mazhab Sunni tersebar diseluruh penjuru negara kecuali dua tempat antara Tuan Han dan Ninh Thuan, dan mayoritas mereka menganut mazhab Syafi’i. Adapun mazhab Bani tersebut di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan, dan mazhab ini tidak banyak dikenal oleh umat Islam di dunia; karena memiliki ciri khusus domistik dan memiliki pengaruh kuat warisan dari India yang banyak bertentangan dengan ajaran slam yang
benar, seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili jamaah, tidak ada perhatiandari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik, dan tersebar di tengah mereka aktivitas yang tidak sesuai dengan aqidah yang benar oleh karena kebodohan, sedikitnya ulama dan para dai. Dan ketika dating bulan Ramadhan mereka memisahkan diri dari istri-istri mereka sejak awal bulan hingga akhir, karena mereka tinggal di masjid selama bulan Ramadhan, dan banyak lagi
permasalahan lainnya yang ada di sana. Boleh jadi phenomena terjadi oleh karena kebodohan mereka terhadap Islam dan ajaran-ajaran yang sebenarnya, dan terputusnya hubungan mereka dengan dunia Islam dalam waktu lama sehingga mereka memiliki keyakinan apa yang dalam Islam dan bahkan hingga mencapai pada tuduhan bahwa mazhab sunni adalah bid’ah. Sebagaimana yang terjadi di sana adanya perselisihan dan perdebatan tentang tema antara mereka dan mazhab Sunni.
Pada tahun 1959 sebagai mereka umat Islam bagian selatan, khususnya umat Islam dikota Shai Ghon, dan terjadi perkenalan dan dialog di tengah mereka tentang Islam sehingga mereka memahami bahwa jamaah mereka jauh dari hakikat Islam, dan mereka mulai belajar dari mereka ajaran yang benar, dan juga memperbaharui keislaman mereka dan memperbaikinya. Kemudian kelompok ini pulang ke negeri mereka dan mengajak masyarakat pada ajaran Islam yang bersih dan benar, maka dakwah itupun berhadapan dengan berbagai bentuk penolakan, pendustaan dan tuduhan dari warga dan menganggapnya sebagai bid’ah dan khurafat. Namun berkat karunia Allah SWT, mampu memenangkan agama dari keyakinan yang menyimpang dan agama yang batil yang diacuhkan kecuali Allah mampu menyempurnakan cahaya-Nya sehingga sebagian mereka menerima dakwah ini dengan penuh kepuasan dan kerelaan, dan akhirnya mereka memperbaharui dan memperbaiki keislaman mereka. Dan melalui ini terjadi titik tolak penting dalam sejarah berupa bersinar kembali cahaya Islam di tengah mereka setelah sebelumnya mengalami kejahilan di negeri mereka dalamwaktu yang lama, dan akhirnya setiap hari terus bertambah orang-orang yang memperbaharui keislaman mereka. Dan bertambah pula 4 pembangunan masjid di daerah tersebut, karena keberadaan mereka dalam masjid-masjid yang ada dapat mengarah pada perbedaan dan perdebatan.
Adapun masjid yang dimaksud adalah masjid Phuic Nhon,masjid An Xuan, masjid Van Lam, dan masjid Nho Lam, dan semuanya terdapat dipropinsi Ninh Thuan.Sementara itu gerakan pembaharuan tidak mencakup propinsi Ninh Thuan, sehinggapenduduknya tetap berada pada keyakinan tersebut hingga datang pembaharuan yangdibawa oleh sebagian pemuda Islam mereka pada tahun 2006, sebagaimana sisa darimereka menerima gerakan ini dan bertambah jumlah mereka, karena mereka betul-betulmembutuhkan orang yang bisa mengajarkan Islam kepada mereka.
3. Kelompok-kelompok klasik umat Islam
Umat Islam Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku beragam, dan melalui tulisan dapat kita bagi pada 3 kelompok:
1) Kelompok pertama: Muslim Tcham, yang merupakan kelompok mayoritas.
2) Kelompok kedua: umat yang berasal dari suku-suku yang beragam, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari negeri-negeri yang beragam kemudian menikah dari anak-anak negeri tersebut, seperti Arab, India, Indonesia, Malaysia dan Pakistan, dan jumlah mereka merupakan kelompok terbesar dari jumlah umat Islam secara keseluruhan.
3) Kelompok ketiga: muslim dari warga Vietnam asli, dan mereka adalah warga Vietnam yang masuk setelah berinteraksi dengan para pedagang muslim dan komunikasi secara baik, seperti kampng Tan Buu pada bagian kota Tan An, baik dengan masuknya warga kepada Islam atau mereka masuk Islam melalui pernikahan.












BAB III
PENUTUP

Agama Islam termasuk di antara agama yang eksistensinya diakui di negara itu. Islam masuk ke Vietnam antara abad ke 11 – 14 dibawa oleh pedagang Timur Tengah dan Asia Barat. Komunitas Islam – yang di seantero negeri jumlahnya baru mencapai sekitar 66.000 orang itu – banyak berada di wilayah yang didiami oleh suku Champa dan provinsi bagian selatan. Islam di Vietnam terbagi dalam dua kelompok, yaitu Camp Ba-ni, biasa disebut kelompok Islam kuno dan Camp Islam atau kelompok Islam baru.
Peta


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadiyya Muslim Mosques Around the World, pg. 123
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bm.html
“The Muslims of Burma” A study of a minority Group, by Moshe Yegar, 1972, Otto Harrassowitz. Wisbaden. page 2, first line.
Dr Tin Hlaing, leader of Myanmar delegate, pada Dialogue on Interfaith Cooperation di Yogyakarta.
“The Muslims of Burma” A study of a minority Group, by Moshe Yegar, 1972, Otto Harrassowitz. Wisbaden. page 29, paragraph 1&2.
The Muslims of Burma by Moshe Yegar, page9
Miller, Tracy, ed. (October 2009) (PDF), Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population, Pew Research Center, hlm. 31,
http://pewforum.org/newassets/images/reports/Muslimpopulation/Muslimpopulation.pdf, diakses pada 2009-10-08
www.walubi.or.id/.
www.islam divietnam.com

Islam di Vienam

BAB I
PENDAHULUAN
Menatap dunia masa kini tentunya tidak sama halnya dengan menatap dunia masa lalu. Hal ini sangat berkaitan dengan cara pandang para pelaku sejarah (masyarakat) yang hidup pada zamannya. Sebab cara pandang ini berdasar pada standar kemajuan yang seolah-olah telah menjadi nota kesepahaman dan kesepakatan masyarakat dalam menatap kehidupan di zamannya. Terlebih lagi ketika ada diskursus mengenai kebudayaan. Tentunya standar kemajuan tersebut akan melahirkan suatu indicator-indikator sebagai tolak ukur terhadap gejala-gejala perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut.
Sehingga penilaian maju mundurnya suatu kebudayaan masyarakat tertentu bisa dilakukan ketika indikasi perubahan sosial mulai bermunculan. Pendek kata, yang menyebabkan munculnya perbedaan cara pandang masyarakat terhadap dunianya adalah bahwa standarisasi kemajuan mempunyai kelemahan terhadap batasan kronologis waktu. Tak pelak lagi, memang kehidupan kita terbatas oleh “ruang dan waktu”. Meninjau kembali sejarah peradaban dunia, telah terjadi benturan-benturan peradaban sebagai akibat dari arogansi identitas terhadap kebudayaannya. Memang suatu peradaban merupakan implementasi dari kebudayaan manusia dan diyakini sebagai tatanan kehidupan sosial masyarakat. Karena hal itulah maka terjadi gesekan-gesekan antar kepentingan terhadap kebudayaan. Barangkali dengan begitu suatu kepentingan akan terlegalisasi oleh suatu sistem kebudayaan masyarakatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Proses Masuknya Islam ke Vietnam
Vietnam adalah negara sosialis yang berpenduduk + 80 juta jiwa dengan wilayah seluas 331.688 km2. Negara beribukota Hanoi ini terbagi dalam 59 provinsi dan lima kota setingkat provinsi. Sejumlah provinsi diklasifikasi dalam delapan wilayah, yaitu: Northwest, Northeast, Red River Delta, North Central Coast, South Central Coast, Sentral Highland, Southeast, dan Mekong River Delta. Secara geografis, Vietnam masih berada di Asia Tenggara, persisnya di kawasan Indochina, dengan batas RRC di bagian utara. Sedangkan di bagian barat Vietnam dibatasi oleh negara Laos dan Kamboja.
Vietnam memiliki kemiripan sejarah dengan Indonesia. Vietnam dijajah oleh Perancis selama lebih dari satu setengah abad, kemudian pada tahun 1941 digantikan oleh Jepang. Vietnam merdeka pada tanggal 2 September 1945 setelah berhasil mengusir Jepang yang telah menjajahnya selama 4 tahun. Akan tetapi kemerdekaan tersebut tidak diakui oleh Perancis yang masih merasa memiliki Vietnam. Keadaan ini menyebabkan terjadinya perang dengan Perancis selama delapan tahun yang berakhir dengan kekalahan Perancis pada tahun 1854. Menyerahnya Perancis tidak mengakhiri peperangan di Vietnam. Karena Vietnam terpecah menjadi dua negara. Pertama Vietnam Utara yang merdeka di bawah pimpinan Ho Chi Minh. Yang kemudian berkembang menjadi negara komunis. Yang kedua Vietnam Selatan yang cenderung kapitalis karena didukung oleh Amerika Serikat.
Perang saudara kedua negara pecah pada tahun 1969. Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat, akhirnya takluk dengan Vietnam Utara yang dibantu oleh negara-negara Timur, terutama RRC. Perang yang menewaskan ribuan rakyat kedua belah pihak dan sejumlah tentara Amerika masuk dalam istilah MIA (missing in action) ini baru berakhir pada tahun 1975, dan Amerika angkat kaki dari negara itu. Perang yang kejam ini sempat melahirkan killing field yang diangkat ke layar lebar oleh industri perfilman Hollywood. Dengan berakhirnya perang itu, maka pada tahun 1976 kedua Vietnam bersatu dalam satu bendera di bawah nama Republik Sosialis Demokrasi Vietnam, dengan lagu kebangsaan Tien Quan Cha.
Di awal berdirinya, Vietnam mengalami kesulitan ekonomi hebat hingga tahun 1990. Kesulitan ini antara lain karena adanya embargo dari Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa. Namun pada tahun 1990– sejak ditemukannya kandungan minyak bumi di perut negara itu – Vietnam menunjukkan perbaikan ekonomi secara mengejutkan. Laporan Bank Dunia mencatat, bahwa Vietnam merupakan negara yang memiliki perkembangan ekonomi tercepat kedua di dunia, dengan angka pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) per tahun antara 2000-2004 rata-rata sebesar 7%. Presiden Nguyen Minh Triet dan Perdana Menteri Nguyen Tan Dung boleh berbangga, karena pada tahun 2007 ini Bank Dunia mencatat, bahwa pendapatan per kapita rakyat Vietnam mencapai US$ 3.025. Sejarah Masuknya Islam di Vietnam Negeri Melayu Champa berdiri sekitar pada abad ke-3 hingga abad ke-15 M dengan kekuatan dan pengaruh yang sangat luas. Sebagaimana kerajaan melayu yang lain, pada saat itu agama Hindu dan Budha sangat mempengaruhi corak pemerintahan kerajaan dengan unsur ketuhanan yang menjadi panutan rakyat. Daerah kekuasaan kerajaan Champa terletak di pertengahan dan selatan Vietnam.Monumen dan artifak-artifak masih dapat dilihat sebagai bukti sejarah yang menakjubkan. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat memberikan gambaran tingginya upaya bangsa Champa dalam mengolah pemikiran abstrak serta nilai-nilai falsafah yang sangat tinggi.
Kebijakan terhadap agama di Vietnam mengikuti amanat Ho Chi Minh sehari setelah pernyataan kemerdekaan pada tanggal 3 September 1945. Ada enam hal penting yang disampaikan oleh Ho, satu di antaranya adalah kepastian adanya kebebasan bagi warganegara untuk mengikuti atau tidak mengikuti agama. Karena itu sejak konstitusinya yang pertama kebebasan beragama merupakan salah satu dari lima hak dan kewajiban yang utama dari warganegara. Pada Pasal 10 konstitusi itu menyatakan bahwa hak terhadap kebebasan berbicara, kebebasan melakukan penerbitan, kebebasan untuk berorganisasi dan berkumpul, kebebasan beragama, dan kebebasan untuk melakukan perjalanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Kebebasan beragama (juga kebebasan untuk tidak beragama) diatur pula dalam Konstitusi 1959 dan terakhir dalam Konstitusi 1992. Salah satu pasal Konstitusi 1992 yang masih berlaku sampai saat ini menyatakan, bahwa setiap warganegara memiliki hak untuk bebas beragama baik menjadi pengikut agama maupun tidak menjadi pengikut agama. Semua agama mempunyai persamaan di depan hukum. Tempat beribadat umat beragama dilindungi oleh undang-undang. Tak seorang pun diperbolehkan mengganggu kebebasan berkepercayaan dan beragama, atau mengambil keuntungan dari agama secara melawan undang-undang dan kebijakan negara. Ketika berkunjung ke Jakarta awal November tahun lalu, Dr. Nguyen Thanh Xuan, Ketua Delegasi Keagamaan Vietnam mengatakan bahwa semua agama diatur oleh Departemen Agama Vietnam, kecuali “agama” Kong Fu Chu. Mengapa? Karena Kong Fu Chu menurut Xuan hanyalah filosofi manusia, bukan agama .
Di samping konstitusi terdapat juga peraturan pemerintah yang antara lain mengatur tentang organisasi agama, pendaftaran organisasi agama, perizinan kegiatan keagamaan, penggunaan tanah untuk rumah ibadah, pencarian dana oleh umat beragama, dan tatacara organisasi agama melakukan hubungan internasional. Dapat disimpulkan bahwa pemerintah pada dasarnya hanya mengatur tentang pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan umat beragama agar tidak dilakukan secara liar. Artinya Pemerintah Vietnam sama sekali tidak ikut mencampuri persoalan internal umat beragama dan tidak ikut serta memikirkan pengembangan ataupun pendidikan agama. Jika pun pemerintah ikut membiayai kegiatan atau penerbitan kitab-kitab agama, hal itu semata-mata merupakan bantuan sekaligus kontrol terhadap organisasi keagamaan.
Kehidupan beragama di Vietnam telah dimulai sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lampau. Hal ini ditunjukkan dengan adanya rumah-rumah ibadah yang yang telah berumur ratusan tahun. Gereja Phat Diem Katedral di Propinsi Ninh Binh, misalnya telah dibangun pada tahun 1875. Begitu pula Pagoda Taifung di Propinsi Ha Tai telah berdiri sejak tahun 1554 dan Pagoda Huong Tich di propinsi yang sama juga telah dibangun sejak abad ke-11. Warganegara Vietnam yang tercatat memeluk agama berjumlah + 20 juta orang atau 25% dari jumlah penduduk seluruhnya. Agama-agama resmi yang di negara itu adalah Budha, Katolik, Kristen, Cao Dai, Hua Hao, dan Islam.
Dari segi jumlah pemeluk agama Budha menempati urutan terbesar, yakni lebih kurang 10 juta orang. Umat Budha menyebar di seluruh provinsi yang ada di Vietnam. Majelis Agama Budha memiliki empat buah institut agama Budha, 38 sekolah agama, dan lebih 5.000 orang biksu/biksuni. Urutan kedua ditempati oleh agama Katolik. Agama ini masuk ke Vietnam pada tahun 1533 pada masa raja Lee Trang Ton dibawa oleh seorang pengusaha bernama Ignatius. Saat ini umat Katolik di Vietnam berjumlah hampir 6 juta orang. Keberadaan umat Katolik didukung oleh 26 wilayah gereja, dua orang kardinal, tiga uskup agung, dan 43 uskup. Lembaga Keuskupan Agama Katolik dibentuk pada tahun 1980 yang masing-masing kepengurusan berlangsung selama tiga tahun.
Agama Kristen masuk ke urutan ketiga dengan jumlah pemeluk sekitar sejuta orang. Umat Kristen di Vietnam terbagi dalam empat kelompok yaitu Confederasi Evangelis atau Northern Church, Gereja Dataran Tinggi bagian Utara, Asosiasi Misionaris Protestan, dan provinsi Binh Phruoc dan Dataran tinggi tengah. Agama Kristen pertama kali masuk ke Vietnam pada tahun 1887 dibawa oleh Pasto A.B. Simpson. Majelis Agama Kristen memiliki sebuah lembaga pendidikan dan 10 kursus-kursus keagamaan.
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang penentuan tahun masuknya Islam ke Vietnam, namun mereka sepakat bahwa Islam telah sampai ke tempat ini pada adab ke 10 dan 11 Masehi melalui jamaah dari India, Persia dan pedagang Arab, dan menyebar antara jamaah cham sejak adanya perkembangan kerajaan mereka di daerah tengah Vietnam hari saat ini, dan dikenal dengan nama kerajaan Cham. Umat Islam tersebar dibeberapa daerah. Sesuai dengan statistik yang bersumber dari departemen luar negeri Vietnam melalui situs internet bahwa jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 70.700 ribu jiwa, dan terdapat 100 masjid di beberapa bagian negeri, dan umat Islam tersebar pada daerah yang beragam, di antaranya: Binh Thuan, Ninh Thuan, An Giang, Tay Ninh, Dong Nai, dan Ho Chi Minh City, kelompok kecil di ibu kota Ha Noi.
2. Mazhab Yang Diikuti
Terdapat dua mazhab besar umat Islam di Vietnam: mazhab Sunni dan mazhab Bani. Adapun mazhab Sunni tersebar diseluruh penjuru negara kecuali dua tempat antara Tuan Han dan Ninh Thuan, dan mayoritas mereka menganut mazhab Syafi’i. Adapun mazhab Bani tersebut di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan, dan mazhab ini tidak banyak dikenal oleh umat Islam di dunia; karena memiliki ciri khusus domistik dan memiliki pengaruh kuat warisan dari India yang banyak bertentangan dengan ajaran slam yang
benar, seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili jamaah, tidak ada perhatiandari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik, dan tersebar di tengah mereka aktivitas yang tidak sesuai dengan aqidah yang benar oleh karena kebodohan, sedikitnya ulama dan para dai. Dan ketika dating bulan Ramadhan mereka memisahkan diri dari istri-istri mereka sejak awal bulan hingga akhir, karena mereka tinggal di masjid selama bulan Ramadhan, dan banyak lagi
permasalahan lainnya yang ada di sana. Boleh jadi phenomena terjadi oleh karena kebodohan mereka terhadap Islam dan ajaran-ajaran yang sebenarnya, dan terputusnya hubungan mereka dengan dunia Islam dalam waktu lama sehingga mereka memiliki keyakinan apa yang dalam Islam dan bahkan hingga mencapai pada tuduhan bahwa mazhab sunni adalah bid’ah. Sebagaimana yang terjadi di sana adanya perselisihan dan perdebatan tentang tema antara mereka dan mazhab Sunni.
Pada tahun 1959 sebagai mereka umat Islam bagian selatan, khususnya umat Islam dikota Shai Ghon, dan terjadi perkenalan dan dialog di tengah mereka tentang Islam sehingga mereka memahami bahwa jamaah mereka jauh dari hakikat Islam, dan mereka mulai belajar dari mereka ajaran yang benar, dan juga memperbaharui keislaman mereka dan memperbaikinya. Kemudian kelompok ini pulang ke negeri mereka dan mengajak masyarakat pada ajaran Islam yang bersih dan benar, maka dakwah itupun berhadapan dengan berbagai bentuk penolakan, pendustaan dan tuduhan dari warga dan menganggapnya sebagai bid’ah dan khurafat. Namun berkat karunia Allah SWT, mampu memenangkan agama dari keyakinan yang menyimpang dan agama yang batil yang diacuhkan kecuali Allah mampu menyempurnakan cahaya-Nya sehingga sebagian mereka menerima dakwah ini dengan penuh kepuasan dan kerelaan, dan akhirnya mereka memperbaharui dan memperbaiki keislaman mereka. Dan melalui ini terjadi titik tolak penting dalam sejarah berupa bersinar kembali cahaya Islam di tengah mereka setelah sebelumnya mengalami kejahilan di negeri mereka dalamwaktu yang lama, dan akhirnya setiap hari terus bertambah orang-orang yang memperbaharui keislaman mereka. Dan bertambah pula 4 pembangunan masjid di daerah tersebut, karena keberadaan mereka dalam masjid-masjid yang ada dapat mengarah pada perbedaan dan perdebatan.
Adapun masjid yang dimaksud adalah masjid Phuic Nhon,masjid An Xuan, masjid Van Lam, dan masjid Nho Lam, dan semuanya terdapat dipropinsi Ninh Thuan.Sementara itu gerakan pembaharuan tidak mencakup propinsi Ninh Thuan, sehinggapenduduknya tetap berada pada keyakinan tersebut hingga datang pembaharuan yangdibawa oleh sebagian pemuda Islam mereka pada tahun 2006, sebagaimana sisa darimereka menerima gerakan ini dan bertambah jumlah mereka, karena mereka betul-betulmembutuhkan orang yang bisa mengajarkan Islam kepada mereka.
3. Kelompok-kelompok klasik umat Islam
Umat Islam Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku beragam, dan melalui tulisan dapat kita bagi pada 3 kelompok:
1) Kelompok pertama: Muslim Tcham, yang merupakan kelompok mayoritas.
2) Kelompok kedua: umat yang berasal dari suku-suku yang beragam, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari negeri-negeri yang beragam kemudian menikah dari anak-anak negeri tersebut, seperti Arab, India, Indonesia, Malaysia dan Pakistan, dan jumlah mereka merupakan kelompok terbesar dari jumlah umat Islam secara keseluruhan.
3) Kelompok ketiga: muslim dari warga Vietnam asli, dan mereka adalah warga Vietnam yang masuk setelah berinteraksi dengan para pedagang muslim dan komunikasi secara baik, seperti kampng Tan Buu pada bagian kota Tan An, baik dengan masuknya warga kepada Islam atau mereka masuk Islam melalui pernikahan.












BAB III
PENUTUP

Agama Islam termasuk di antara agama yang eksistensinya diakui di negara itu. Islam masuk ke Vietnam antara abad ke 11 – 14 dibawa oleh pedagang Timur Tengah dan Asia Barat. Komunitas Islam – yang di seantero negeri jumlahnya baru mencapai sekitar 66.000 orang itu – banyak berada di wilayah yang didiami oleh suku Champa dan provinsi bagian selatan. Islam di Vietnam terbagi dalam dua kelompok, yaitu Camp Ba-ni, biasa disebut kelompok Islam kuno dan Camp Islam atau kelompok Islam baru.
Peta


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadiyya Muslim Mosques Around the World, pg. 123
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bm.html
“The Muslims of Burma” A study of a minority Group, by Moshe Yegar, 1972, Otto Harrassowitz. Wisbaden. page 2, first line.
Dr Tin Hlaing, leader of Myanmar delegate, pada Dialogue on Interfaith Cooperation di Yogyakarta.
“The Muslims of Burma” A study of a minority Group, by Moshe Yegar, 1972, Otto Harrassowitz. Wisbaden. page 29, paragraph 1&2.
The Muslims of Burma by Moshe Yegar, page9
Miller, Tracy, ed. (October 2009) (PDF), Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population, Pew Research Center, hlm. 31,
http://pewforum.org/newassets/images/reports/Muslimpopulation/Muslimpopulation.pdf, diakses pada 2009-10-08
www.walubi.or.id/.
www.islam divietnam.com

Metodologi pemahaman Hadits

BAB I
PENDAHULUAN

Secara epistemologis, hadis dipandang oleh mayoritas umat Islam sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Sebab ia merupakan bayan (penjelas), terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal (global), ‘am (umum) dan yang mutlaq (tanpa batasan). Bahkan secara mandiri hadis dapat berfungsi sebgai penetap (muqarrir) suatu hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Qur’an.
Hadis sebagai sumber kedua, nampaknya selalu menarik untuk dikaji, baik yang menyangkut tentang kritik otentitas atau validitas (sanad dan matan) maupun metodologi pemahaman (syarh) hadis itu sendiri.
Para ulama dahulu telah banyak mencoba melakukan penafsiran atau pemahaman hadis yang terdapat dalam al-Kutub al-Sittah, yakni dengan menulis kitab syarah terhadap kitab tersebut.
Meskipun demikian, upaya untuk menemukan metode yang digunakan ulama dalam penyusunan kitab syarah hadis tersebut hampir-hampir tidak pernah tersentuh. Namun dari beberapa metode yang dipergunakan oleh para ulama dalam menyusun kitab syarh} tersebut dapat diklasifikasikan beberapa metode pemahaman hadis, yakni metode tahlili, metode ijmali, dan metode muqarin.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Metodologi Pemahaman Hadis
1. Metode dan Metodologi
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bangsa Arab menerjemahkannya dengn t}ariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan metodologi berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan, logos artinya ilmu. Kata metodologi dalam Kamus Besar Bahasa Indosesia diartikan sebagai ilmu tentang metode; uraian tentang metode.
2. Pemahaman (Syarh)
Kata syarah (Syarh ) berasal dari bahasa Arab, Syarah}a-Yasyrahu-Syarhan yang artinya menerangkan, membukakan, melapangkan. Istilah syarh (pemahaman) biasanya digunakan untuk hadis, sedangkan tafsir untuk kajian Al-Qur’an. Dengan kata lain, secara substansial keduanya sama (sama-sama menjelaskan maksud, arti atau pesan); tetapi secara istilah, keduanya berbeda. Istilah tafsir (tafsir) spesifik bagi Al-Qur’an (menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan ayat Al-Qur’an), sedangkan istilah Syarah (syarh) meliputi hadis (menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan hadis) dan disiplin ilmu lain.
Jadi maksud dari metodologi pemahaman (syarh) hadis ialah ilmu tentang metode memahami hadis. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah, yakni metode syarh: cara-cara memahami hadis, sementara metodologi syarh: ilmu tentang cara tersebut. Metode yang digunakan oleh pensyarahan hadis ada tiga, yaitu metode tahlili, metode ijmali, dan metode muqarin. Adapun untuk melihat kitab dari sisi bentuk pensyarahan, digunakan teori bentuk syarh bi al-ma`s|ur dan syarh bi al-ra’y. Sedangkan dalam menganalisis corak kitab digunakan teori kategorisasi bentuk syarh fiqhy, falsafy, sufy, atau lugawy.
B. Metode-metode Pemahaman (syarh) Hadis
1. Metode Tahlili (Kontekstual)
a. Pengertian
Metode syarh tahlili adalah menjelaskan hadis-hadis Nabi dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.
Dalam menyajikan penjelasan atau komentar, seorang pensyarah hadis mengikuti sistematika hadis sesuai dengan urutan hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis yang dikenal dari al-Kutub al-Sittah.
Pensyarah memulai penjelasannya dari kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara berurutan. uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung hadis seperti kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya hadis (jika ditemukan), kaitannya dengan hadis lain, dan pendapat-pendapat yang beredar di sekitar pemahaman hadis tersebut, baik yang berasal dari sahabat, para tabi'in maupun para ulama hadis.
b. Ciri-ciri Metode Tahlili
Secara umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili biasanya berbentuk ma's\ur (riwayat) atau ra'y (pemikiran rasional). Syarah yang berbentuk ma's\ur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi'in atau ulama hadis. Sementara syarah yang berbentuk ra'y banyak didominasi oleh pemikiran rasional pensyarahnya.
Kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1). Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkandung di dalam hadis secara komprehensif dan menyeluruh.
2). Dalam pensyarahan, hadis dijelaskan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al wurud dari hadis-hadis yang dipahami jika hadis tersebut memiliki sabab wurudnya.
3). Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi' in dan para ahli syarah hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu.
4). Di samping itu dijelaskan juga munasabah (hubungan) antara satu hadis dengan hadiis lain.
5). Selain itu, kadang kala syarah dengan metode ini diwamai kecenderungan pensyarah pada salah satu mazhab tertentu, sehingga timbul berbagai corak pensyarahan, seperti corak fiqhy dan corak lain yang dikenal dalam bidang pemikiran Islam.
c. Contoh
Dalam kitab syarah hadis fath al-Bari bi Syarh Sahih al-Bukhari terhadap hadis al-Bukhari sebagai berikut:
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرنـي محمّد ابن إبراهيم التيمي أنه سمع علقة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على الـمنبر قال سمعت رسول الله صلّى الله عليه و سلّميقول إنّما الأعمال بالنّيات و إنّما لكلّ امرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هجر إليه.
قوله حدثنا (الحميدي (هو أبو بكر(عبد الله بن الزبير) بن عيسى منسوب إلى حميد بن أسامة بطن من بني أسد بن عبد العزى بن قصي رهط خديجة زوج النّبي صلّى الله عليه و سلّم يجتمع معها في أسد ويجتمع مع النّبي صلّى الله عليه وسلّم في قصي وهو إمام كبير مصنف رافق الشافعي في الطلب عن بن عيينة وطبقته و أخذ عنه الفقه و رحل معه إلى مصر ورجع بعد وفاته ‘لى مكة ‘لى أن مات بها سنة تسع عشرة و مائتين فكأن البخاري امتثل قوله صلّى الله عليه و سلّم قدموا قريشا فافتتح كتابه بالرواية عن الحميدي لكونه أفقه قرشي أخذ عنه و له مناسبة أخرى لأنه مكي كشيخه فناسب أن يذكر في أول ترجمة بدء الوحي لأن ابتداءه كان بمكة ومن ثم ثنى بالرواية عن مالك لأنه شيخ أهل المدينة وهي تالية لمكة في نزول الوحي و في جميع الفضل و مالك و ابن عيينة قرينان قال الشّافعي لولاهما لذهب العلم من الحجاز قوله (حدثنا سفيان) هو ابن عيينة بن أبي عمران الهلالي أبو محمد المكي أصله و مولده الكوفة و قد شارك مالكا في كثير من شيوخه و عاش بعده عشرين سنة وكان يذكر أنه سمع من سبعين من التّابعين قوله (عن يحي بن سعيد) حدثنا يحي بن سعيد (الأنصاري) اسم جده قيس بن عمرو و هو صحابي و يحي من صغار التّابعين و شيخه(محمد بن إبراهيم) بن الحارث بن خالد (التيمي) من أوساط التّابعين...والله اعلم.
وقد اعترض على المصنف في إدخاله حديث الأعمال هذا في ترجمة بدء الوحي و أنه لا تعلق له به أصلا بحيث أن الخطابي في شرخه و الإسماعيلي في مستخرجه أخرجاه قبل الترجمة لاعتقادهما أنه إنما أورده للتبرك به فقد واستصوب أبو القاسم بن منده صنيع الإسماعيلي في ذلك وقال بن رشيد لم يقصد البخاري بإراده سوى بيان حسن نيته فيه في هذا التأليف و قد تكلفت مناسبته للترجمة فقال كل بحسب ماظهر له انتهى و قد قيل إنه أراد أنيقيمه مقام الخطبة للكتاب لأنه في سياقه أن عمر قاله على المنبر بمحضرة الصحابة فـإذا صلح أن يكون في خطبة المنبر صلح أن يكون في خطبة الكتاب وحكى الملهب أن النبي صلّى الله عليه وسلّم خطب به حين قددم المدينة مهاجرا فنـاسب إيراده في بدء الوحي لأن الأحوال التي كانت قبل لهـجرة كانت كالمقدمة لها لأن بالهجرة افتتح الإذن في قـتال المشركين ويعقبه النصر والظفر والفتح انتهى وهذا وجه حسن إلا أنني لأم أر ماذكره من كونـه صلى الله عليه وسلم يقول ياأيها الناس إنـما الأعمال بالنية الحديث ففي هذا إلى أنه كان في حال الخطبة أما كونه في ابتداء قدومه إلى المدينـة فلم أر مايدل عليه ولعل قائله استند إلى ماروى في قصة مهاجر أم قيس قال بن دقيق العيد نقلوا أن رجلا هاجر من مكة إلى المدينة لا يريد بذلك فضيلة…
...فزادت على مانقل عمن تقدم كما سيأتي مثال لذالك في الكلام على حديث بن عمر في غسل الجمعة إن شاءالله تعالى قوله على المنبر بكسر الميم و اللام للعهد أي منبر المسجد النبوي و وقع في رواية حماد بن زيد عن يحي في ترك الحيل سمعت عمر يخطب قوله إنما الأعمال بالنيات كذا أورد هنا وهو من مقابلة الجمع بالجمع أي كل عمل بنيته و قال الخوبي كأنه أشار بذلك إلى أن النية تتنوع كما تتنوع الأعمال مكن قصد بعمله وجه الله أو تحصيل موعوده أو اتقاء لوعيده ووقع في معظم الروايات بإفراد النية ووجه أن محل النية القلب وهو متحد فناسب افرادها بخلاف الأعمال فأنـها متعلقة بالظواهر و هي متعددة فناسب جمعها ولأن النية ترجع إلى الإخلاص وهو واحد للواحد الذي لا شريك له ووقع في صحيح بن حبان بلفظ الأعمال بالنيات بحذف إنّما و جمع الأعمال و النيات و هي ما وقع في كتاب الشهاب للقضاعي و وصله في مسنده كذلك وأنكره أبو موسى المديني كما نقله النووي و أقره و هو متعقب برواية بن حبان بل و قع في رواية مالك عن يحي الثوري و في الهجرة من رواية حماد بن زيد و وقع عنده فى النكاه بلفظ العمل بالنية بإفراد كل منهما والنية بكسر النون و تشديد التحتانية على المشهور و في بعض اللغات بتحفيفها قال الرماني قوله إنما الأعمال بالنيات هذا التركيب يفيد الحصر عند المحققين و اختلف في وجه افادتـه فقيل لأن الأعمال جمع محلى بالألف و اللام مفيد للاستغراق و هو ملتزم للقصر لأن معناه كل عمل بنية فلا عمل الا بنية و قيل لأن إنما للحصر و هل افادتـها له بالمنطوق أو بالمفهوم أو تفيد الحصر بالوضع أو العرف أو تفيده بالحقيقة أو المجاز....الى الأخر
... لأن المراد بالأعمال أعمال العبادة و هي لا تصح من الكافر وإن كان مخاطبا بها معاقبا على تركها ولا يرد العتق و الصدقة لأنـهما بدليل آخر قوله بالنيات الباء للمصاحبة و يحتمل أن تكون للسببية بمعنى أنها مقومة للعمل فكأنها سبب في ايجاده و على الأول فهي من نفس العمل فيشترط أن لا تتخلف عن أوله قال النووي النية القصد و هي عزيمة القلب و تعقبه الكرماني بأن عزيمة القلب قدر زائد على أصل القصد واختلف الفقهاء هل هي ركن أو شرط والمرجح أن ايجادها ذكرا في أول العمل ركن واستصحابـها حكما بمعنى أن لايأتي بمناف شرعا شرط و لابد من محذوف يتعلق به الجار و المجرور فقيل تعتبر و قيل تصح و قبل تحصل و قيل تستقر.
...قال الطبي كلام الشارع محمول على بيان الشرع لأن المخاطبين بذلك هم أهل اللسان فكأنـهم خوطبوا بما ليس لهم به علم إلا من قبل الشارع فيتعين الحمل على مايفيد الحكم الشرعي و قال البيضاوي النية عبارة عن انبعاث القلب نحو مايراه موافقا لغرض من جلب نفح أو دفع ضر حالا أو مالآ
و الشرع خصصه بالارادة المتوجهة نحو الفعل لابتغاء رضاء الله وامتثال حكمه و النية في الحديث محمولة على المعنى اللغوي ليحسن تطبيقه على مابعده و تقسيمه أحوال المهاجر فإنـه تفصيل لما أجمل....

Dari kutipan syarah di atas dapat diketahui bahwa dalam menerangkan hadis, pensyarah mengemukakan analisis tentang periwayat (rawi) sesuai dengan urutan sanad, sabab al-wurud, juga menyajikan hadis-hadis lain yang berhubungan dengan hadis tersebut, bahkan ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hadis. Pensyarah menggunakan riwayat riwayat dari para ulama. Syarah banyak didominasi oleh pendapat mereka, sehingga dari uraian yang demikian panjang, pendapat dari pensyarah hampir-hampir tidak diketemukan. Selain itu juga, disajikan penjelasan kosa kata yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun syarah yang memakai metode analitis ini mengandung uraian yanglebih rinci, namun karena berbentuk al-ma’s\ur , pendapat dari pensyarah tetap sukar ditemukan. Inilah salah satu ciri utama yang membedakan secara mencolok dengan Syarh} bi-al-ra’y.
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tahlili
Kelebihan
1). Ruang lingkup pembahasan yang sangat luas.
Metode analitis dapat menyakup berbagai aspek: kata, frasa, kalimat, sabab al wurud, munasabah (munasabah internal) dan lain sebagainya.
2). Memuat berbagai ide dan gagasan.
Memberikan kesempatan yang sangat longgar kepada pensyarah untuk menuangkan ide-ide, gagasan-gagasan yang pernah dikemukakan oleh para ulama.
Kekurangan
1). Menjadikan petunjuk hadis parsial
Metode analitis menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga seolah-olah hadis memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena syarah yang diberikan pada hadis lain yang sama karena kurang memperhatikan hadis lain yang mirip atau sama redaksinya dengannya.
2). Melahirkan syarah yang subyektif
Dalam metode analitis, pensyarah tidak sadar bahwa dia telah mensyarah hadis secara subyektif, dan tidak mustahil pula ada di antara mereka yang mensyarah hadis sesuai dengan kemauan pribadinya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.
2. Metode Ijmali (Tekstual)
a. Pengertian
Metode ijmali (global) adalah menjelaskan atau menerangkan hadis¬-hadis sesuai dengan urutan dalam kitab hadis yang ada dalam al-Kutub al-Sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentasikan makna literal hadis dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gampang dipahami.
b. Ciri-ciri Metode Ijmali
1). Pensyarah langsung melakukan penjelasan hadis dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul.
2). Penjelasan umum dan sangat ringkas.
Pensyarah tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat sebanyak-banyaknya. Namun demikian, penjelasan terhadap hadis-hadis tertentu juga diberikan agak luas, tetapi tidak seluas metode tahlili.
c. Contoh
Dalam kitab syarah hadis ’Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud karya Muhammad bin Asyraf bin ’Ali Haidar Al-Siddiqi al-’Az}im Abadi sebagai berikut:
(غسل يوم الجمعة واجب) قال الخطابي معناه وجوب الاختيار و الاستحباب دون وجوب الفرض كما يقول الرجل لصاحبه حقك علي واجب وأنا أوجب حقك و ليس ذلك بمعنى اللزوم و الذي لا يسع غيره ويشهد لصحة هذا التأويل حديث عمر الذي تقدم ذكره انتهىز قال ابن دقيق العيد في شرح عمدة الأحكام ذهب الأكثرون إلى استحباب غسل الجمعة و هم محتاجون إلى الأعتذار عن مخالفة هذا الظاهر وقد أولوا صيغة الأمر عل الندب و صيغة الوجوب على التأكيد كمايقال إكراماك على واجب وهو تأويل ضعيف إنما يصار إليه إذا كان المعارض راجحا على هذا الظاهر وأقوى ماعارضوابه هذا الظاهر حديث من توضأ يوم الجمعة فيها ونعمت ومن اغتسل فالغسل أفضل ولايعارض سنده سند هذه الأحادث انتهى (على كل محتلم) أي بالغ وإنما ذكر الإحتلام لكونه الغالب وتفسيره بالبالغ مجاز لأن الإحتلام يستلزم البلوغ والقرينة الماسة عن الحمل على الحقيقة أن الإحتلام إذا كان معه انزال موجب للغسل سواء كان يوم الجمعة أم لا. ذكره الزرقاني قال المنذري و أخرجه البخاري و مسلم والنسائي وابن ماجه.
d. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
1). Ringkas dan padat
Metode ini terasa lebih praktis dan singkat sehingga dapat segera diserap oleh pembacanya. Syarah tidak bertele-tele, sanad dan kritik matan sangat minim.
2). Bahasa Mudah
Pensyarah langsung menjelaskan kata atau maksud hadis dengan tidak mengemukakan ide atau pendapatnya secara pribadi.
Kekurangan
1). Menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial
Metode ini tidak mendukung pemahaman hadis secara utuh dan dapat menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial tidak terkait satu dengan yang lain, sehingga hadis yang bersifat umum atau samar tidak dapat diperjelas dengan hadis yang sifatnya rinci.
2). Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai.
Metode ini tidak mnyediakan ruangan yang memuaskan berkenaan dengan wacana pluralitas pemahaman suatu hadis.
3. Metode Muqarin (komparatif)
a. Pengertian
Metode Muqarin adalah metode memahami hadis dengan cara: (1) membandingkan hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama. (2) Membandingkan berbagai pendapat ulama syarah dalam mensyarah hadis. 19
Jadi metode ini dalam memahami hadis tidak hanya membandingkan badis dengan hadis lain, tetapi juga membandingkan pendapat para ulama (pensyarah) dalam mensyarah hadis.
Diantara Kitab yang menggunakan metode muqarin ini adalah Sahih Muslim bi Syarh al-Nawawi karya Imam Nawawi, Umdah al-Qari Syarh S}ahih al-Bukhari k karya Badr al-Din Abu Muhammad Mahmud al-’Aini, dan lain-lain
b. Ciri-ciri Metode Muqarin
1). Membandingkan analitis redaksional (mabahis\ lafz\iyyah) dan perbandingan periwayat periwayat, kandungan makna dari masing-masing hadis yang diperbandingkan.
2). Membahas perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh hadis tersebut.
3). Perbandingan pendapat para pensyarah mencakup ruang lingkup yang sangat luas karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik menyangkut kandungan (makna) hadis maupun korelasi (munasabah) antara hadis dengan hadis. 20
Ciri utama metode ini adalah perbandingan, yakni membandingkan hams dengan hadis, dan pendapat ulama syarah dalam mensyarah hadis.

c. Urutan Metode Muqarin
Metode ini diawali dengan menjelaskan pemakaian mufradat (suku kata), urutan kata, kemiripan redaksi. Jika yang akan diperbandingkan adalah kemiripan redaksi misalnya, maka langkah-yang ditempuh sebagai berikut :
1). mengidentifikasi dan menghimpun hadis yang redaksinya bermiripan,
2). memperbandingkan antara hadis yang redaksinya mirip tersebut, yang membicarakan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama,
3). menganalisa perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan itu mengenai konotasi hadis maupun redaksinya, seperti berbeda dalam menggunakan kata dan susunannya dalam hadis, dan sebagainya,
4). memperbandingkan antara berbagai pendapat para pensyarah tentang hadis yang dijadikan objek bahasan.21
d. Contoh
Salah satu kitab yang menggunakan Syarh} muqarin adalah Umdah al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari karya Badr al-Din Abu Muhammad Mahmud bin Ah}mad al-’Aini.22
قد حصل من الطرق المذكورة أربعة ألفاظ "إنما الأعمال بالنيات" و" الأعمال بالنية" و "العمل بالنية" وادعى النووي في تلخيصه قلتـهاز والرابع "إنـما الأعمال بالنية" وأورده القضاعي في الشهاب بلفظ "الأعمال بالنيات" بحذف "إنما" و الحافظ أبو موسى الأصبـهاني: لا يصح إسنادها,وإقره النووي على ذلك في تلخيصه وغيره,وهو غريب منهما,وهي رواية صحيحة أخرجها ابن حبان في صحيحه...و أورده الرافعي في شرحه الكبير بلفظ آخر غريب وهو "ليس للمرء من عمله إلا نواه"....وفي البيهقي في حديث آخر مرفوعا"لا عمل لـمن لا نية له....لكن اسناده جهالة.
....الأول: احتجت الأئمة الثلاثـة في وجوب النية في الوضوء والغسل فقالوا: التقدير فيه صحة الأعمال بالنيات والألف و اللام فيه لاستغراق الجنس,فيدخل فيه جميع الأعمال من الصوم و الصلاة و الزكاة و الوضوء...ومن الثاني أن النيات إنما تكون مقبولة إذا كانت مقرونـة بالإخلاص انتهي. وذهب أبو حنيفـة و أبو يوسف و محمد و زفر والنواوي والأوزاعي و الحسن بن حي ومالك في رواية إلى أن الوضوء لا يحتاج إلى نية,وكذلك الغسل. و زاد الأوزعي و الحسن التيمم.وقال عطاء ومجاهد: لا يحتاج صيام رمضان إلى نية إلا أنيكون مسافرا أو مريضا...
...الثاني احتجت به أبو حنيفة و مالك وأحمد في أن من أحرم بالحج في غير أشهر الحج أنه لا ينعقد عمرة لأنـه لم ينوها فإنما له مانواه,وهو أحد أقوال الشافعي,إلا أن الأئمة الثلاثة قالوا: ينعقد إحرامه بالحج ولكنـه يكره,ولم يخـتلف قول الشافعي أنـه لا ينعقد بالحج...
...الثالث: احتجت به مالك في اكتفائه بنية واحدة في أول شهر رمضان...

e. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
1). Memberikan wawasan pemahaman yang relatif lebih luas kepada para pembaca bila dibandingkan denga metode lain.
2) Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang terkadang jauh. berbeda.
3) Pemahaman dengan metode muqarin sangat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang sebuah hadis.
4) Pensyarah didorong untuk mengkaji berbagai hadis serta pendapat-pendapat para pensyarah lainnya.
Kekurangan
1) Metode ini tidak relevan bagi pembaca tingkat pemula, karena pembahasan yang dikemukakan terlalu luas sehingga sulit untuk menentukan pilihan.

2) Metode ini tidak dapat diandalkan untuk menjawab permasalah sosial yang berkembang di tengah masyarakat, karena pensyarah lebih mengedepankan perbandingan daripada pemecahan masalah
3) Metode ini terkesan lebih banyak menelusuri pemahaman yang pernah diberikan oleh mama daripada mengemukakan pendapat baru23.
Untuk dapat memahami hadis dengan tepat, kelengkapan ilmu bantu mutlak diperlukan. Berkaitan dengan ilmu bantu daIam memahami hadis, Yusuf Al Qardawi memberikan beberapa pedoman, yaitu24 :
1). Mengetahui petunjuk Al Qur'an yang berkenaan dengan hadis tersebut.
2). Menghimpun hadis-hadis yang se-tema.
3). Menggabungkan dan mentarjihkan antar hadis-hadis yang tampak bertentangan.
4). Mempertimbangkan latar belakang, situasi dan kondisi hadis ketika diucapkan diperbuat serta tujuaannya.
5). Mampu membedakan antara sasaran yang berubah-¬ubah dengan sasaran yang tetap.
6). Mampu membedakan antara ungkapan yang bermakna sebenarnya dan bersifat metafora.
7). Mampu membedakan antara hadis yang berkenaan dengan alam gaib (kasat mata) dengan yang tembus pandang.
8). Mampu memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadis.


4. Buku buku yang berkaitan dengan Pemahaman Hadits
1. Afif Muhammad, Kritik Matan: Menuju Pendekatan Kontekstual Atas Hadis Nabi Saw, dalam Jurnal al-Hikmah, No. 5 Maret-Juni 1992
2. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, Jakarta: Bulan Bintang, 1994
3. Edi Safri, al-Imam al-Syafi’i: Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif, Tesis, Fakultas Pascasarjana IAIN Syrarif Hidayatullah Jakarta, 1990
4. Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina, 1996
5. Yusuf Qardawi, Kajian Kritis Pemahaman Hadis: Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual (terj), Jakarta: Islamuna Press, 1994.










BAB III

KESIMPULAN


Dalam metode pemahaman (syarh) hadis, para ulama menggunakan 3 metode, yaitu metode tahlili (analitis), metode ijmali (global), dan metode muqarin (perbandingan). Ibarat gading tak retak, ketiga metode itu mempunyai kelebihan maupun kelemahan masing-masing. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka tak diragukan lagi akan muncul metode maupun pendekatan baru untuk memahami hadis, karena hadis merupakan salah satu sumber pokok hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an tak kan lepas dari kajian maupun penelitian.




\
















DAFTARKEPUSTAKAAN

Al-Asqalani, Fath al-Bari Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Ma’rifah. Jilid 1.

Agil Husain Munawwar, Said dan Mustaqim, Abdul. 2001. Asbabul Wurud. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ali, Nizar. 2001. Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan). Yogyakarta: Center for Educational Studies and Development (CESaD) YPI Al-Rahmah.

________. 2007. (Ringkasan Desertasi) Kontribusi Imam Nawawi dalam Penulisan Syarh Hadis. Yogyakarta.

Baidan, Nashrudin. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

al-Din Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad al-’Aini, Badr. 1972. Syarh muqarin adalah Umdah al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari,. Aleppo: Mustafa al-babi al-Halabi.

al-Hay al-Farmawi, Abd. 1997. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu’i. ,t.tp: Matba’ah al-Hadarah al-‘Arabiyyah.

Hasan, Fuad dan Koentjaraningrat. 1997. Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam Koentjaraningrat (ed.), Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Cetakan ketiga, edisi III.

Yunus, Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur’an.

al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw. edisi terjemahan Bandung: Kharisma.

epistemologi pendidikan

EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang pendidikan Islam lazimnya memunculkan gambaran yang memilukan dalam pikiran kita tentang ketertinggalan, kemunduran, dan arah tujuan yang tidak jelas. Hal ini muncul manakala pendidikan Islam dihadapkan dengan modernisasi dan globalisasi yang ditandai dengan kemajuan sains Barat, di samping ketika dikaitkan dengan kenangan masa kejayaan Islam dimasa lalu. Sejarah mencatat bahwa peradaban Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dunia sekitar abad ke-7 sampai abad ke-15. Setelah itu, masa keemasan itu mulai melayu, statis, bahkan mundur hingga abad ke-21 ini.
Sebagai agen peradaban dan perubahan sosial, pendidikan Islam berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Keberadaannya diharapkan mampu memberikan kontribusi dan perubahan positif yang berarti bagi perbaikan dan kemajuan peradaban umat islam, baik pada dataran intelektual teoritis maupun praktis. Pendidikan Islam bukan hanya sekedar proses transformasi nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari akses negatif globalisasi dan modernisasi Dengan asumsi inilah dicoba untuk diungkapkan berbagai permasalahan dalam pendidikan Islam, epistemologi pendidikan Islam dan dari sinilah, kemudian dicarikan alternatif baru -reformasi- pemikiran epistemologis yang tentunya lebih realistis, inovatif, tegas dan dinamis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Epistemologi
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Epitemologi
Sebagai sub system filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “Misteri”pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Dari beberapa literatur dapat disebutkan bahwa Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan. D.W. Hamlyn Mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan dan pengandai-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
P. Hardono Hadi menyatakan , bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandai-andaian dan dasarnya, serta pertanggung jawabannya atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas, diungkapkan oleh Azyumardi Azra bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Bertolak dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat dari pada ilmu itu sendiri atau keaslian dari ilmu itu sendiri (validitas ilmu pengetahuan).
Adapun yang menjadi ruang lingkup epistemologi, sebagaimana di jelaskan oleh Mudhlor Achmad, menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam- macam, tumpuan, batas dan sasaran pengetahuan. Sedangkan A.M. Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab; apakah ilmu itu, darimana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, dan sampai dimanakah batasanya. Dari semua pertanyaan di atas dapat disimpulkan pada dua masalah yakni masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. jadi dapat disimpulkan bahwa yang menjadi ruang lingkup epistemologi adalalah, meliputi hakikat, sumber, dan validitas pengetahuan.
2. Objek dan Tujuan Epistemologi
Objek epistemologi menurut Jujun S. Suriasumantri berupa “Segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan”. Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran atau objek teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi menghantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran , mustahil tujuan bisa terealisasi, sebaliknya tanpa tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah.
Selanjutnya, apa yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain mengatakan, “Tujuan epistemologi bukanlah hal utama menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.” Hal ini menunjukkan bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan -kendatipun tidak bisa dihindari- akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika pengetahuan. Rumusan ini menumbuhkan kesadaran bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama hanya berorientasi pada hasil, sedangkan keadaan kedua lebih berorientasi pada proses. Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentu akan dapat mengetahui hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya acapkali tidak mengetahui prosesnya. Maka guru yang profesional akan menerangkan proses tersebut secara rinci dan mendetail, sehingga siswa benar-benar mampu memahaminya dan mampu mengembangkan perkalian angka-angka lain. Dengan demikian, seseorang tidak sekedar mengetahui sesuatu atas informasi orang lain, tetapi benar-benar tahu berdasarkan pembuktian kontektual melalui proses itu.
3. Landasan Epistemologi
Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan, sebab ia merupakan tempat berpijak. Bangunan pengetahuan menjadi mapan, jika memiliki landasan yang kokoh. Landasan epistemologi ilmu adalah metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam meyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak-tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
Dari pengertian, ruang lingkup, objek, dan landasan epistemologi ini, dapat kita disimpulkan bahwa epistemologi merupakan salah satu komponen filsafat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, khususnya berkenaan dengan cara, proses, dan prsedur bagaimana ilmu itu diperoleh.
4. Hakikat Epistemologi
Sebagaimana yang telah di kemukan di atas bahwa epistemologi adalah salah satu sub system dari system filsafat (ontologi, epistemologi dan aksiologi), sehingga epistemologi tidak terlepas dari filsafat. Dengan pengertian lain epistemologi adalah bagian dari filsafat, namun, keberadaan epistemologi dalam filsafat ini masih menjadi perselisihan pendapat di kalangan para ahlinya.
Epistemologi berusaha memberi defenisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasi sumber-sumbernya dan menetapkan batas-batasnya. Oleh karena itu epistemologi seperti yang di ungkapkan oleh kelompok Wina, adalah epistemologi bukanlah lapangan filsafat, melainkan masuk dalam kajian psikologi, dengan alasan epistemologi berkenaan dengan pemikiran manusia. Selain itu para ahli mengatakan bahwa epistemologi hakikatnya adalah menentukan cara dan arah berfikir manusia. Oleh karena itu dapat dipahami dari keterangan di atas bahwa hakikat dari epistemologi adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan atau kebenaran dengan mengunakan metode Ilmiah atau yang lebih sering dikenal dengan metode ilmiah .
B. Pembagian Epistemologi
1. Epistemologi Barat
Harus diakui bahwa dunia barat sekarang telah mencapai kemajuan yang sangat pesat. Berbagai belahan dunia merasa tertarik menjadikan barat sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab barat dianggap mampu menyajikan berbagai temuan baru secara dinamis dan varian, sehingga memberikan sumbangan besar terhadap sain dan teknologi modren.
Barat yang dikenal maju sebenarnya diwakili Amerika Utara dan Eropa Barat. Dua belahan wilayah inilah yang membawa gerbong kemajuan Barat, sehingga kemajuan yang dicapai tersebut mempengaruhiseluruh wilayah di dunia. Adapun faktor yang menjadikan barat mencapai kemajuan yang pesat adalah dengan pendekatan sainsnya pada epistemologi. Epistemologi yang dikuasai oleh ilmuan barat benar-benar dimanfaatkan untuk mewujudkan temuan-temuan baru dalam sains dan teknologi. Teori-teori ilmiah dibangun dengan berdasarkan penalaran dan pengamatan, tumbuh dengan subur sehingga menghasilkan temuan baru silih berganti, baik bersifat temuan lama, temuan baru, maupun menentang temuan lama sama sekali.
Epistemologi yang dikuasai dan dikembangkan oleh barat ternyata dapat mempengaruhi pemikiran para ilmuwan di seluruh dunia seiring dengan pengenalan dan sosialisasi sains dan teknologi mereka. Epistemologi tersebut dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan pemikiran para ilmuan di masing-masing Negara secara praktis mereka terbaratkan; pola pikirnya, pijakan berpikirnya, metode berpikirnya, caranya mempersepsi terhadap pengetahuan dan sebagainya, mengikuti gaya barat semuanya. Secara tidak sadar mereka terbelenggu oleh pengaruh yang mengikatnya. Padahal sesungguhnya epistemologi harus dijadikan sarana penalaran berpikir yang bisa mewujudkan dinamuka pemikiran, berubah menjadi penyeraraman cara-cara berpikir. Seolah –olah ada satu model berpikir yang mesti diikuti. Kondisi semacam ini membuktikan, bahwa sesungguhnya sedang terjadi proses imperialisme epistemologi barat terhadap pemikiran masyarakat sedunia.
a. Pendekatan-pendekatan epistemologi barat
Selanjutnya, perlu diidentifikasi pendekatan epistemologi barat yang telah melakukan melakukan imperialism epistemologi diseluruh dunia, terutama di dunia Islam. Adapun pendekatan epistemologi barat adalah skeptis, rasional-empiris, dikotomik, positivis-objektivis, dan menentang dimensi spritualis (anti metafisika).
a) Pendekatan Skeptis
Skiptis atau keragu-raguan (Kesangsian) tampaknya menjadi warna dasar bagi epestimologi barat. Skeptisisme pertama kali didunia barat diperkenalkan Rene Descartes (1596-1650). Dia mendapat gelar bapak filsafat modern. Bagi Rene Descartes, filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbarui dengan melalui metode dengan menyangsikan segala-galanya. Sebab dalam bidang ilmiah tidak ada sesuatu yang di anggap pasti ; semuanya dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang dipersoalkan juga, kecuali ilmu pasti. Keraguan sebagai suatu metode epistemologi yang dipakai filosof dan ilmuwan barat, ternyata memiliki konsekuensi berputar-putar memperpanjanh keraguan. Hal ini lah yang merupakan titik pusat kelemahan dari keraguan sebagai metode epistemologis, sehingga sulit mencapai kebenaran yang bisa diandalkan, sehingga hanya mendapatkan kebenaran yang mengandung keraguan.

b) Pendekatan Rasional-Empiris
Sebenarnya dalam filsafat metode skeptis tidak bisa dilepaskan dari metode rasional. Descartes di samping dikenal sebagai tokoh skeptisisme , ia juga juga sebagai tokoh rasionalisme. Dalam mekanisme kerja epistemologi barat, penggunaan rasio menjadi mutlak dan dibutuhkan. Tidak ada kebenaran yang bisa di pertanggungjawabkan tanpa mendapat kebenaran dari rasio. Para ilmuwan boleh mengmukakan konsep tentang cara-cara mendapatkan ilmu pengetahuan, haruslah konsep tersebut diterima oleh akal manusia. Artinya adalah rasio mempunyai perenan penting dalam mengesahkan suatu ilmu pengetahuan.
c) Pendekatan dikotomik
Dikotomik adalah pembagian atas dua konsep yang saling bertentangan. Dikotomi pengetahuan dalam bahasan ini memeliki akar sejarah yang panjang dan menegaskan. Dikotomi pengetahuan muncul bersamaan atau setidak-tidaknya beriringan dengan masa renaissance. Hal ini lebih mengarah kepada sejarah seperti yang terdapat pada masa gereja. Yang mana semua hasil temuan dari ilmu pengetahuan apabila bertentangan dengan doktrin-doktrin gereja, pengetahuan tersebut akan tertolak. Oleh karena itu pengetahuan barat dapat dimengerti dari persepektif sejarah. Artinya adalah ajaran- ajaran gereja, menjadi satu hambatan bagi perkembanagn ilmu pengetahuan.

d) Pendekatan positif –objektif
Filsafat fositif adalah filsafat faktual yakni berdasarkan pakta-pakta. Maksudnya adalah pengetahuan tidak boleh melampau fakta-fakta, maka pengetahuan empiris dijadikan pedoman istimewa dalam bidang pengetahuan.
e) Pendekatan yang menentang dimensi Spritual (Metafisika)
Epistemologi modern yang diawali dari pemikiran Descartes, mengarah pada antroposentris. Ungkapan Descartes, bahwa saya berpikir maka saya tidak ada semata-mata menunjukkan pembemberdayaan potensi manusia, tetapi ungkapan sekaligus berusaha untuk membalik kondisi dan tradisi sebelumnya yang mendasarkan kebenaran pada sumber-sumber kekuasaan diluar manusia seperti kekuasan gereja.
2. Epistemologi Islam
Akibat epistemologi barat yang mengistemewakan peranan manusia dalam memecahkan segala sesuatu dan dalam waktu bersamaan menentang dimensi spiritual yang kemudian menjadi sumber utama krisis epistemologi yang berimpilikasi pada krisis pengetahuan, maka ada upaya untuk mencari pemecahanya dengan mempertimbangkan epistemologi lain. Dikalangan pemikir Muslim menawarkan pemecahan itu dengan Epistemologi Islam. Mereka mencoba menggagas bangunan epistemologi Islam tersebut dengan diformulasikan berdasar kan Al-qur’an dan Sunah. Jadi gagasan epistemologi merupakan respon kreatif terhadap tantangan–tantangan mendesak dari ilmu pengetahuan modern yang membahayakan kehidupan dan keharmonisan manusia sebagai akibat dari epistemologi barat.
Gagasan epistemologi Islam itu bertujuan untuk memberi ruang gerak bagi umat Islam, agar bisa keluar dari belenggu pemahaman dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berdasarkan epistemologi barat.
C. Epitemologi Pendidikan Islam
Reformasi epistemologi Islam dalam dunia pendidikan sangat penting dilakukan demi menghasilkan pendidikan bermutu dan yang mencerdaskan, terlebih dalam krisis kekinian yang menyangkut pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini. Krisis yang terjadi dalam dunia pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini menyebabkan tradisi keilmuan menjadi beku dan mandek, sehingga pendidikan Islam sampai saat ini masih belum mampu menunjukkan perannya secara optimal. Untuk mengatasi kelemahan dan problematika dalam pendidikan Isam tersebut harus dilakukan pembaruan-pembaruan (merekontruksi pendidikan) secara komprehensif agar terwujud pendidikan Islam ideal yang mencerdaskan dan bermoral dengan cara merekonstruksi epistemologi pendidikan Islamnya. Epistemologi pendidikan Islam ini meliputi; pembahasan yang berkaitan dengan seluk-beluk pendidikan Islam, asal-usul, sumber, metode, sasaran pendidikan Islam.
Dalam pembahasan ini epistemologi pendidikan Islam lebih diarahkan pada metode atau pendekatan yang dapat dipakai untuk membangun ilmu pengetahuan Islam, dari pada komponen-komponen lainnya, sebab metode atau pendekatan tersebut paling dekat dengan upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik secara konseptual maupun aplikatif. Epistemologi pendidikan Islam bisa berfungsi sebagai pengkritik, pemberi solusi, penemu, dan pengembang. Pendekatan epistemologi membuka kesadaran dan pengertian siswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diperlukan cara atau metode tertentu, sebab ia menyajikan proses pengetahuan di hadapan siswa dibandingkan hasilnya. Pendekatan epistemologi ini memberikan pemahaman dan keterampilan yang utuh dan tuntas. Seseorang yang mengetahui proses sesuatu kegiatan pasti mengetahui hasilnya. Sebaliknya, banyak yang mengetahui hasilnya tetapi tidak mengetahui prosesnya. Berbeda siswa yang hanya diberikan roti kemudian dia menikmatinya, dengan siswa yang diajak untuk membuat roti, kemudian menikmatinya. Tentunya pengetahuan siswa yang mengetahui proses pembuatan roti sampai menikmati itu lebih utuh, kokoh, dan berkesan.
Jika pendidikan Islam mengedepankan pendekatan epistemologi dalam proses belajar mengajar, maka pendidikan Islam akan banyak menelorkan lulusan-lulusan yang berjiwa produsen, peneliti, penemu, penggali, dan pengembang ilmu pengetahuan. Karena epistemologi merupakan pendekatan yang berbasis proses, maka epistemologi melahirkan konsekuensi-konsekuensi logis, yaitu :
1. menghilangkan paradigma dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas untuk dinilai, mengajarkan agama lewat bahasa ilmu pengetahuan, dan tidak mengajarkan sisi tradisional saja, tetapi sisi rasional. Selain itu, perlu ditambahkan lagi dengan penggunaan indera dan akal pada wilayah obyek ilmu, sedangkan wahyu memberikan bimbingan atau menuntun akal untuk mewarnai ilmu itu dengan keimanan dan nilai-nilai spiritual.
2. Merubah pola pendidikan Islam indoktrinasi menjadi pola partisipatif antara guru dan murid. Pola ini memberikan ruang bagi siswa untuk berpikir kritis, optimis, dinamis, inovatif, memberikan alasan-alasan yang logis, bahkan siswa dapat pula mengkritisi pendapat guru jika terdapat kesalahan. Intinya, pendekatan epistemologi ini menuntut pada guru dan siswa untuk sama-sama aktif dalam proses belajar mengajar.
3. Merubah paradigma idiologis menjadi paradigma ilmiah yang berpijak pada wahyu Allah SWT. Sebab, paradigma idiologis ini -karena otoritasnya-dapat mengikat kebebasan tradisi ilmiah, kreatif, terbuka, dan dinamis. Praktis paradigma idiologis tidak memberikan ruang gerak pada penalaran atau pemikiran bebas bertanggung jawab secara argumentatif. Padahal, wahyu sangat memberikan keleluasaan bagi akal manusia untuk mengkaji, meneliti, melakukan observasi, menemukan, ilmu pengetahuan (ayat kauniyah) dengan petunjuk wahyu Allah SWT. Dan paradigma ilmiah saja tanpa berpijak pada wahyu, tetap akan menjadi sekuler. Karena itu, agar epistemologi pendidikan Islam terwujud, maka konsekuensinya harus berpijak pada wahyu Allah.
4. Guna menopang dan mendasari pendekatan epistemologi ini, maka perlu dilakukan rekonstruksi kurikulum yang masih sekuler dan bebas nilai spiritual ini, menjadi kurikulum yang berbasis tauhid. Sebab segala ilmu pengetahuan yang bersumber pada hasil penelitian pada alam semesta (ayat kauniyah) maupun penelitian terhadap ayat qouliyah atau naqliyah (al-qur’an dan sunnah) merupakan ilmu Allah SWT. Ini berarti bahwa semua ilmu bersumber dari Allah. Realisasinya, bagi penyusun kurikulum yang berbasis tauhid ini harus memiliki pengetahuan yang komperhensif tentang Islam. Karena kurikulum merupakan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Terkait dengan pengembangan kurikulum pendidikan Islam, hal-hal yang sifatnya masih melangit, dogmatis, dan transendental perlu diturunkan dan dikaitkan dengan dunia empiris di lapangan. Ilmu-ilmu yang berbasis pada realitas pengalaman empiris, seperti sosiologi, spikologi, filsafat kritis yang sifatnya membumi perlu dijadikan dasar pembelajaran, sehingga ilmu betul-betul menyentuh persoalan-persoalan dan pengalaman empiris.
5. Epistemologi pendidikan Islam diorientasikan pada hubungan yang harmonis antara akal dan wahyu. Maksudnya orientasi pendidikan Islam ditekankan pada perumbuhan yang integrasi antara iman, ilmu, amal, dan akhlak. Semua dimensi ini bergerak saling melengkapi satu sama lainnya, sehingga perpaduan seluruh dimensi ini mampu menelorkan manusia paripurna yang memiliki keimanan yang kokoh, kedalaman spiritual, keluasan ilmu pengetahuan, dan memiliki budi pekerti mulia yang berpijak pada “semua bersumber dari Allah, semua milik Allah, difungsikan untuk menjalankan tugasnya sebagai kholifah Allah dan sebagai abdullah, dan akan kembali kepada Allah (mentauhidkan Allah)”. Bisa dikatakan bahwa hasil produk integrasi ini adalah manusia yang beriman tauhidiyah, berilmu amaliyah, beramal ilmiah, bertaqwa ilahiyah, berakhlak robbaniyah dan berperadaban islamiyah.
6. Konsekuensi yang lain adalah merubah pendekatan dari pendekatan teoritis atau konseptual pada pendekatan kontekstual atau aplikatif. Dari sini pendidikan Islam harus menyediakan berbagai media penunjang untuk mencapai hasil pendidikan yang diharapkan. Menurut perspektif Islam bahwa media pendidikan Islam adalah seluruh alam semesta atau seluruh ciptaan Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW : “tafakkaruu filkholqi walaa tafakkaruu fil khooliq, fainnakum laa taqdiruuna qodrohu” yang artinya “berpikirlah kamu sekalian tentang makhluk ciptaan Allah, jangan kamu berpikir tentang Allah, sesungguhnya kalian tidak akan mampu memikirkan-Nya.” (HR.Abu Syekh dari Ibn Abas).
7. Adanya peningkatan profesionalisme tenaga pendidik dan penguasaan materi yang komperhensif tentang materi ajar yang terintegrasi antara ilmu dan wahyu.
D. Cara mendapatkan Ilmu pengetahuan
Setelah kita mengetahui beberapa konsekuensi logis dari penerapan pendekatan epistemologi, perlu kita mengetahui sumber ilmu pengetahuan atau cara memperoleh ilmu pengetahuan. Menurut Mujamil Qomar ditinjau dari cara memperolehnya, adakalanya pengetahuan pendidikan diperoleh setelah mengalami. Ini merupakan pengetahuan pendidikan secara aposteirori (oleh Imam Ghozali disebut ilmu nazari) atau menurut istilah Barat disebut empirisme. Adakalanya pengetahuan pendidikan diperoleh sebelum mengalaminya, hanya melalui perenungan dan penggagasan. Hal ini disebut pengetahuan pendidikan apriori (oleh Imam Ghozali disebut ilmu awali) atau menurut istilah Barat disebut rasionalisme. Jika pengetahuan pendidikan yang pertama bersumber dari indera, maka pengetahuan pendidikan yang kedua bersumber dari akal. Sedangkan asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam adalah dari Allah SWT. Karena itu, jika dibandingkan dengan pengetahuan yang bersumber dari indera dan akal, maka masih ada tingkatan pengetahuan yang jauh lebih tinggi, yaitu pengetahuan yang diperoleh berdasarkan petunjuk wahyu. Pengetahuan yang bersumber dari indera ataupun akal, kebenarannya bersifat nisbi. Artinya, jika ada penelitian dan pembuktian lain yang berhasil mematahkan hasil penelitian pertama, maka hasil penelitian pertama tidak berlaku lagi dan yang digunakan adalah hasil penelitian kedua, begitu seterusnya. Sedangkan pengetahuan yang bersumber pada petunjuk wahyu, kebenarannya bersifat mutlak. Mujamil menambahkan bahwa di samping itu, masih ada pengetahuan yang diperoleh secara -cuma-cuma- dari Tuhan melalui mimpi, intuisi, ilham, dan semacamnya.
Betapapun besarnya kekuatan akal untuk menjalankan proses berpikir, bernalar, merenung, menggagas, berspekulasi, dan berimajinasi untuk menemukan pengetahuan baru, tetapi perlu ditegaskan lagi bahwa akal memiliki keterbatasan. Kemampuan akal sangat terbatas. Banyak realita yang diakui ada, tetapi akal tidak mampu menjangkaunya. Kenyataan ini dapat dijadikan peringatan agar manusia tidak bersifat arogan setelah menemukan dari sedikit ilmu Allah yang tersembunyi dibalik sunnatullah atau alam ciptaan-Nya. Kita tahu bahwa epistemologi Barat memiliki ciri-ciri pendekatan skeptif (keragu-raguan atau kesangsian), pendekatan rasional-empirik, pendekatan dikotomik, pendekatan positif-objektif, dan pendekatan yang menentang dimensi spiritual. Sedangkan epistemologi pendidikan Islam selama ini terkesan masih bersifat teologis, doktrinal, pasif, sekuler, mandul, jalan ditempat, dan tertinggal jauh dengan epistemplogi pendidikan Barat terutama sains dan teknologi. Dalam hal ini, alternatif yang mujarab untuk mencairkan kebekuan epistemplogi dalam bangunan pendidikan Islam dan untuk menyelamatkan umat islam dan peradabannya akibat epistemologi Barat, maka kita harus melakukan reformasi pada epistemologi pendidikan Islam yang sudah terbaratkan, yaitu dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Dengan cara membangun epistemologi yang berpijak pada Al-qur’an dan As-sunnah yang didesain dengan mempertimbangkan konsep ilmu pengetahuan, islamisasi ilmu pengetahuan dan karakter ilmu dalam perspekti Islam yang bersandar pada kekuatan spiritual yang memiliki hubungan harmonis antara akal dan wahyu, interdependensi akal dengan intuisi dan terkait nilai-nilai spiritual. Episemologi Pendidikan Islam seperti ini, menjadi tumpuan harapan dalam membangun kehidupan umat Islam yang lebih baik dengan suatu peradaban Islam yang lebih mapan dan stabil. Epistemologi pendidikan Islam seperti ini menekankan totalitas pengalaman dan kenyataan (empirisme) serta menganjurkan banyak cara untuk mempelajari alam (rasionalisme), sehingga ilmu yang diperoleh dari wahyu maupun akal, dari observasi maupun intuisi, dari tradisi maupun spekulasi teoritis benar-benar mencetak generasi-generasi yang seimbang antara intelektual, skill, dan spiritualnya serta moralitasnya.
b. Kita harus memperioritaskan epistemologi pendidikan Islam yang berbasis proses tauhid, pengalaman empirik, di mana dari realitas empirik ini kemudian diamati, dikaji, dan diteliti dengan mengandalkan metode observasi dan eksperimentasi disertai tehnik-tehniknya dengan spirit tauhid keimanan. Langkah ini menekankan bahwa epistemologi harus dimaknai sebagai proses, prosedur, cara atau kerja metodoligi penelitian guna mencapai pengetahuan baru, bukan epistemologi dalam makna sumber atau alat untuk mencapai pengetahuan. Kemudian, muatan-muatan teologis atau hegemoni teologi atas epistemologi harus dihilangkan sedemikian rupa sehingga epistemologi menjadi independen atau berdiri sendiri.
c. Orientasi atau penekanan pada knowing (ma’rifah), pengetahuan teoritik, atau akademik yang cenderung menjadikan siswa pasif dalam belajar di bawah otoriter guru, perlu dirubah ke arah orientasi epistemologi pendidikan Islam yang menekankan pada doing, aktivitas dan kreativitas, atau kerja profesional yang menjadikan siswa aktif dan kretif dalam belajar. Dalam proses doing, aktivitas, kreativitas tersebut nilai-nilai spiritual dan moralitas masuk di dalamnya, sehingga di samping siswa menemukan ilmu pengetahuan baru dia juga mengakses nilai-nilai spiritual secara bersamaan.
E. Metode Epistemologi Pendidikan Islam
Metode merupakan bagian integral dari epistemologi, karena epistemologi mencakup banyak pembahasan termasuk metode. Penggunaan metode dalam pendidikan Islam dimaksud membahas yang dipakai untuk menyampaikan materi-materi pendidikan Islam
1) Metode ‘aqli (proses berpikir atau rasional) yaitu metode yang dipergunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria kebenaran memalui proses berpikir yang bisa diterima akal. Metode ini memandang bahwa segala sesuatu dianggap benar, jika bisa diterima rasio (lihat Ali ‘Imran, 190-191)
2) Metode dzauqi, hikmah, atau jelajah qolbu (metode intuitif) yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan jalan mengasah kepekaan qolbu siswa agar pengetahuan yang tiba-tiba itu muncul, walupun tanpa didahului oleh pengalaman atau pengetahuan sebelumnya. Dalam istilah agama ituitif adalah ilham. “Siapa yang mampu menjaga keilkhlasan hatinya selama 40 hari lamanya, maka akan dipancarkan dari dalam hatinya sumber-sumber (seperti mata air) ilmu hikmah” (Al-Hadits)
3) Metode jadali (metode dialogis atau diskusi) yaitu metode untuk menggali pengetahuan dengan melalui karya tulis yang disajikan dalam bentuk tanya-jawab antara dua orang atau lebih berdasarkan argumentasi-argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan di hadapan wahyu (lihat surat An-Nahl : 111 dan 125)
4) Metode moqaranah (komparatif) yaitu metode dengan membandingkan teori atau praktik maupun dua pendapat tokoh dengan tujuan untuk mencari kelemahan-kelemahan dan kelebihan atau pun memadukan pengertian dan pemahaman supaya diperoleh ketegasan yang dimaksud dari permasalahan yang ada. (lihat surat : surat Al-Hasyr: 20)
5) Metode naqdi (kritik) yaitu metode untuk menggali pengetahuan dengan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu konsep atau aplikasi ilmu kemudian menawarkan solusi-solusinya. Metode ini bisa dikatakan dengan washiyah atau nasehat (lihat surat al-”ashr ayat 1-3)
6) Metode muhasabah (koreksi atau evaluasi) yaitu metode untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara melakukan koreksi dan evaluasi terhadap pengetahuan untuk ditemukan kekurangan-kekurangan dan ditawarkan alternatif baru sebagai solusinya. Umar bin Khothab berkata: “hasibuu qobla antuhaasabuu”. Artinya: “koreksilah dirimu, sebelum kelak kamu dikoreksi Allah”.
Metode-metode yang dikembangkan untuk membangun daya kritis atau intelektual siswa ini, harus disandarkan pada wahyu, nilai-nilai spiritual, maupun metode ilmiah secara integral yang implementasinya berbasis proses tauhid.






BAB III
KESIMPULAN
Dari keterangan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa efistemologi teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan. Sedangkan efistemologi dalam Islam membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dengan bedasarkan Al-qur’an dan Sunnah











DAFTAR KEPUSTAKA
Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Al Ma’arif, 1987.
M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1993.
Nur Uhbiati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1997.
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Pendidikan, Bandung : Mandar Maju, 1994.
Hardono Hadi, Epistemologi Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta : Kanisus, 1994.
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komperatif, Yogyakarta : Rake Sarasin, 1998.
M.Arkoun, Membedah Pemikiran Islam, diterjemahkan oleh Hidayatullah, Bandung : Pustaka, 2000.
Nico Syukur Dister, Filsafat kebebasan, Yogyakarta : Kanisus, 1993.
Assegaf , Abdur Rahman,. Pendidikan Islam Di Indonesia, Yogyakarta: Suka Press: 2007
http/www.Problematika Pendidikan Islam Masa Kini dan Akan Datang.com
Ihsan, Hamdani, “Filsafat Pendidikan Islam” Bandung: CV Pustaka Setia, 1998
Moh. Shofan, “Pendidikan Berparadigma Profetik; Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam” Jogjakarta:UGM Press Jawa Timur, 2004
Machfudz Ibawi, “Modus Dialog di Perguruan Tinggi Islam”, dalam Amin Husni et.al., Citra Kampus Religius Urgensi Dialog Konsep Teoritik Empirik Dengan Konsep Normatif Agama, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986
Ma’arif , Syamsul, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2007
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987
Ridla, Muhammad Jawad, Al-Fikr Al-Tarbawiy Al-Islamiy; Muqoddimah fi Usulihi Al-Ijtimaiyyah wa Al-Aqlaniyah, t.k.: Dar Al-Fikr Al-Arabiy, t.t.
Syahminan Zaini, “Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam” Jakarta:Kalam Mulia, 1986
Qomar, Mujamil,. Epistemologi Pendidikan Islam Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik (Jakarta: Erlangga, 2005).
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2007 Sumber: www. Problematika Pendidikan Islam Masa Kini dan Akan Datang.com