BAB II
KERANGKA TEORITIS
A.
Konsep Teori
1. Peranan
Menurut Bahasa
peranan adalah bagian yang dimainkan atau suatu tindakan yang dilakukan. Menurut Istilah bahwa yang dimaksud peranan
adalah suatu pola tingkah laku yang didasarkan pada kedudukan dalam kolektif
atau keadaan sosial tertentu (Ali Munir Assani, 1998: 268).
Peranan adalah
suatu tingkah laku yang merupakan ciri-ciri khusus petugas suatu pekerjaan atau
jabatan tertentu. Pendapat lain menyatakan bahwa peranan adalah suatu kelompok
pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam
situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosial (Djumhur, 1979:127) .
Peranan adalah
merupakan hasil interaksi dari seseorang dengan peran dan statusnya dalam
masyrakat yang menyangkut perbuatan yang mempunyai nilai normatif individu dan
faktor yang sebagai perilaku peristiwa sejarah (H. Ruslan, 1998: 800)
Sedangkan menurut Giros,
Meson dan Mceachere
mendefinisikan peranan adalah
sebagai perangkat harapan-harapan yang
di kenakan pada
individu yang menempati
kedudukan sosial tertentu (Anton Mulyono, 2007: 360). Peranan dapat
di bagi Dua
hal yaitu:
1. Peranan individu
adalah bagaimana seorang
individu menjalakan fungsinya
sebagai seorang makhluk
sosial yang berhubungan
dengan individu lain
atau dalam kehidupan
antara atasan dan
bawahan.
2. Peranan kelompok
adalah kerja sama
dua orang atau
lebih dalam menjalankan
perannya sebagai pemberi
harapan kepada orang
lain.
Sedangkan indikator-indikator peranan
dapat di kelompokkan
beberapa hal yaitu:
1.
Memberikan harapan
pada anggota keluarga
bahwa tidak ada
problema yang tidak
bisa di pecahkan
jika saling bekerja
sama dan saling
terbuka sesama anggota
keluarga dalam berbagai
hal.
2.
Mengadakan hubungan
yang baik dengan
anggota keluarga menciptakan
suasana yang harmonis
dalam keluarga .
3. Menunjukkan rasa
kasih sayang pada
anggota keluarga, karena
kasih sayang merupakan
kebutuhan jiwa manusia ( Nana
Syaodih Sukmadinata, 2009: 162).
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa peran seorang peminpin
adalah sebagi berikut:
1.
Merancang, mengarahkan dan mengkordinir semua aktifitas
anggota agar program yang di buat berjalan dengan baik
2.
Membimbing anggotanya untuk menjalankan tugasnya
3.
Membimbing anggotanya agar menjadi orang yang menjadi
contoh teladan
4.
Menjaga hubungan baik sesama anggota
5.
Menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitar
6.
Meningkatkan pengetahuan anggotanya
7.
Memberi fasilitas dan penilaian terhadap anggotanya
8.
Membina anggota dengan rasa kekeluargaan
9.
Memberikan pelayanan dan fasilitas terhadap anggotanya
untuk menambah pengetahuan
10.
Memberikana motivasi kepada anggotanya
2. Pembinaan Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan
“akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun(خلق) yang menurut logat diartikan: budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat
(Mahmud Yunus, 1989:120). Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain
dengan perkataan “khalkun” (خلق) yang berarti kejadian, serta erat hubungan “ Khaliq” (خالق)
yang berarti Pencipta dan “Makhluk” (مخلوق) yang berarti yang
diciptakan (Asmaran As, 2002: 2 ).
Baik kata akhlaq atau
khuluq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam al-Qur'an, sebagai berikut:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã ÇÍÈ
Artinya“ Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Q.S. Al-Qalam,
68:4). (
Al-Qur'an dan Terjemah, 1989: 960)
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi,
berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
a. Menurut Ibn Miskawaih Bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran lebih dahulu (Beni Ahmad Saebani, 2010: 194).
b. Menurut Imam Al-Ghazali Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa
yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu
kepada pikiran dan pertimbangan (Al-Ghazali 1967: 361). Jika sikap itu yang
darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara',
maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela,
maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk (Asmaran As, 2002: 3 ).
c. Menurut Ahmad Amin akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak
itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya
kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang,
sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan,
dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan
besar inilah yang bernama akhlak (Amril
Mansur, 2007: 14).
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi
akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan,
melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang
nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan. Jika dikaitkan dengan kata Islami,
maka akan berbentuk akhlak Islami, secara sederhana akhlak Islami diartikan
sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami.
Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam menempati posisi
sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya berdasarkan pada ajaran Islam.
Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak
universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan sosial yang
terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua misalnya
adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk
dan cara menghormati orang tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran
manusia. Jadi, akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun
peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental,
serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak
lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia,
maka akhlak Islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan binatang,
tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing
makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.
b. Macam-macam
Akhlak yang harus di ajarkan pada Remaja
a) Akhlak Al-Karimah
Akhlak Al-karimah atau
akhlak yang mulia sangat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan
manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi
menjadi empat
bagian, yaitu:
1.
Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian agung sifat itu, yang
jangankan manusia, malaikat pun tidak akan menjangkau hakekatnya
2.
Akhlak kepada orang tua
Akhlak terhadap orang tua adalah menghormati dan mengabdi diri kepada orang
tua dengan baik dan selalu menaati perintahnya dan selalu menyayanginya, seperti contoh merwatnya ketika sakit dan membantu
dalam bekerja (Burhanuddin Salam, 2000: 199). .
3.
Akhlak terhadap Diri
Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,
menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena
sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus
dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya: Menghindari minuman
yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan
hindarkan perbuatan yang tercela.
4.
Akhlak terhadap sesama
manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara
fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu
bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan
berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta
mendewasakan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya
dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan
menghargainya. Akhlak sesama manuasi dimaksudkan adalah bagaimana saling
menghoramati orang lain , sekalipun terdapat perbedaan baik perbedaan pendapat
bahkan agama, seperti contoh menerima pendapat orang lain jika itu lah yang
benar, tdak mengganggu orang lain dalam melaksanakan ibadannya (Abdullah Nasih Ulwan, 2002: 194).
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah
telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia
kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu
disyukurinya dengan berupa berzikir dengan hatinya. Karena manusia adalah makhluk
sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya
saling berakhlak yang baik
b)
Akhlak Al-Mazmumah
Akhlak
Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari
akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan
secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat
diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai
berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:
1.
Berbohong, ialah
memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang
sebenarnya.
2.
Takabur (sombong), ialah merasa atau mengaku dirinya
besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih
hebat.
3.
Dengki, ialah rasa atau
sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.
4.
Bakhil atau kikir, Ialah
sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu
untuk orang lain (Asmaran As, 2002: 35 ).
Dari
penjaelasan di atas telihat dengan jelas bahawa akhlak merupakan hasil dari perbuatan atau wujud dari
pengamalan,
yang mempunyai peranaan penting dalam kehidupan terutama bagi remaja yang
menginjak dewasa.
3.
Remaja
Remaja berasal
dari kata adolescence yang
bahasa latin yang
berarti to grow up to manurity, berarti
tumbuh dan berkembang
menuju kearah kematangan,
tumbuh dari kanak-kanak
menjadi dewasa (E. B
Harlock, 1980:13). Remaja
adalah suatu tingkatan
umur, dimana anak-anak
tidak dikatakan anak-anak
lagi, akan tetapi
belum juga dikatakan
dewasa. Artinya umur
yang menjembatani antara
umur anak-anak dengan
dewasa (Zakiah Drajat, 1992:23).
Remaja adalah
masa peralihan yang
tempuh oleh anak
menuju dewasa (Katini Kartono,1979:149).
Para ahli memberikan
batasan yang berbeda
mengenai kapan terjadinya
masa remaja. Hurlock membagi remaja menjadi dua sub,
yaitu:
1. Masa remaja
awal, anak perempuan
umur 13-17 tahun
dan anak laki-laki
14-17 tahun, biasanya
disebut dengan tenager.
2. Masa remaja
berakhir, umur 17-18
tahun baik untuk
anak perempuan maupun
anak laki-laki, biasanya
disebut dengan muda-mudi.
Luela Cole
(1963) membagi remaja
dalam tiga sub
masa, yaitu:
1. Masa remaja
awal, perempuan 13-15
tahun, kalau laki-laki
15-18 tahun.
2. Masa remaja
pertengahan, permpuan 18-21
tahun, kalau anak
laki-laki 17-19.
3. Masa remaja
akhir, perempuan 18-21
tahun, sedangkan anak
laki-laki 19-21 tahun (Syamsu
Yusuf LN, 2001:184).
Jadi
mengenai batasan umur
pemuda atau remaja
tersebut, disini sebagai
seorang sarjana psikologi
mengungkapkan bahwa secara
global masa remaja
itu berlangsung antara
umur 12 sampai
21 tahun inilah
merupakan batasan usia
remaja (Sardiman
A. M, 2010: 50)
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembinaan Akhlak Remaja
Adapun faktor yang mempengaruhi
pembinaan moralitas remaja adalah sebagai berikut yaitu:
a. Lingkungan
keluarga
Lingkungan keluarga menjadi salah satu perhatian
dalam mendidik akhlak anak, sebab keluarga adalah tempat pertama anak
mendapatkan pendidikan, keluarga yang harmonis, disiplin, dan agamis akan
memicu perkembangan anak menjadi cerdas,
displin dan agamis. Sebaliknya juga jika dalam keluarga tersebut tidak terdapat
nilai-nilai yang baik dan agamis, maka anak akan tumbuh menjadi orang yang tak
bermoral dan beretika. (H. Djaali, 2009: 57).
Latar belakang orang termasuk pendidikan orang tua, menjadi tolak ukur
keberhasilan pendidikan anak, baik ia akhlaknya. Sebab anak dalam
perkembangannya tidak terlepas dari didikan dalam keluarga, maksuknya adalah
keberhasilan seorang anak tergantung pada didikan orang tuanya dalam keluarga.
Sehingga peran orang tua dalam membina kepribadian anak termasuk akhlak,
mempunyai pengaruh besar terhadap latar belakang orang tua. Jika seorang anak
didik dalam keluarga yang latar belakang religius, maka kehidupan dan
kepribadian anak dalam kesehariannya akan ikut religiaus, sebab ia mendapatkan
ajaran dan contoh dari orang tuanya. Namun sebaliknya jika anak didik dalam
dunia tanpa akhlak, anak akan tumbuh tanpa akhlak (Slameto, 2010: 61). Sebagai
contoh seorang orang tua yang
menginginkan anaknya meraih prestasi tinggi dalam bidang akademik maka anak
akan diajari untuk bersaing dan menyombongkan diri atas kemenangannya. anak pun
diajarkan pelit terhadap ilmu, mementingkan dirinya sendiri, dan bergelimang
kemewahan. Dengan demikian anak benar-benar dicetak menjadi anak supercerdas
secara akademik, namun benar-benar rendah secara akhlak. Dengan demikian
nyatalah bahwa akhlak anak dipengaruhi latar belakang pendidikan orang tuanya
(Bambang Trim, 2008:9)
b.
Budaya
Indonesia sebagai negara yang penuh dengan keberagaman suku, menjadi sebuah
kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan budaya yang berbeda-beda
mengajari kita untuk saling hormat menghormati, toleransi, tenggang rasa,
tolong menolong. Dengan demikian kita akan menjadi masyarakat yang harmonis,
serta memberikan kita untuk cara-cara kita bersosialisasi dengan masyarakat
lainnya. pendidikan sosial. Jikalau pun demikian disatu sisi budaya juga akan
menjadikan kita menjadi orang yang tidak punya sopan santun terhadap orang
lain. Oleh karena itu budaya yang tidak baik menjadi satu problema di masa ini,
dalam menanamkan nilai-nilai akhlak terhadap anak. Bahkan menjadi sebuah pemicu
bagi anak untuk berbuat jahat yang tidak punya akhlak dan etika yang
bertentangan dengan ajaran agama (Choirul Mahpud, 2011:218-219).
c. Lingkungan (Masyarakat)
Masyarakat adalah tempat ketiga bagi anak mendapatkan pendidikan dan
penanaman akhlak. Dalam masyarakat banyak hal yang dapat diperoleh anak,
termasuk bagaimana cara bergaul dengan orang lain dan menghargai dan mengormati
orang lain. Lingkungan yang penuh dengan nilai-nilai agama akan menghantarkan
anak menjadi orang yang berakhlak, namun sebaliknya lingkungan yang penuh
dengan kejahatan akan menghantarkan anak menjadi anak yang tak bermoral (Slameto,
2010: 71)