Sabtu, 12 April 2014

peranan remaja masjid

BAB II
KERANGKA TEORITIS
A.           Konsep Teori
1.    Peranan
Menurut Bahasa peranan adalah bagian yang dimainkan atau suatu tindakan yang dilakukan.  Menurut Istilah bahwa yang dimaksud peranan adalah suatu pola tingkah laku yang didasarkan pada kedudukan dalam kolektif atau keadaan sosial tertentu (Ali Munir Assani, 1998: 268).
Peranan adalah suatu tingkah laku yang merupakan ciri-ciri khusus petugas suatu pekerjaan atau jabatan tertentu. Pendapat lain menyatakan bahwa peranan adalah suatu kelompok pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosial (Djumhur, 1979:127) .
Peranan adalah merupakan hasil interaksi dari seseorang dengan peran dan statusnya dalam masyrakat yang menyangkut perbuatan yang mempunyai nilai normatif individu dan faktor yang sebagai perilaku peristiwa sejarah (H. Ruslan, 1998: 800)
Sedangkan menurut  Giros,  Meson  dan  Mceachere  mendefinisikan  peranan  adalah  sebagai  perangkat  harapan-harapan  yang  di  kenakan  pada  individu  yang  menempati  kedudukan  sosial  tertentu (Anton Mulyono,  2007: 360). Peranan  dapat  di  bagi  Dua  hal  yaitu:
1.      Peranan  individu  adalah  bagaimana  seorang  individu  menjalakan  fungsinya  sebagai  seorang  makhluk  sosial  yang  berhubungan  dengan  individu  lain  atau  dalam  kehidupan  antara  atasan  dan  bawahan.
2.      Peranan  kelompok  adalah  kerja  sama  dua  orang  atau  lebih  dalam  menjalankan  perannya  sebagai  pemberi  harapan  kepada  orang  lain.
Sedangkan  indikator-indikator  peranan  dapat  di  kelompokkan  beberapa  hal  yaitu:
1.      Memberikan  harapan  pada  anggota  keluarga  bahwa  tidak  ada   problema  yang  tidak  bisa  di  pecahkan  jika  saling  bekerja  sama  dan  saling  terbuka  sesama  anggota  keluarga  dalam  berbagai  hal.
2.      Mengadakan  hubungan  yang  baik  dengan  anggota  keluarga  menciptakan  suasana  yang  harmonis  dalam  keluarga .
3.      Menunjukkan  rasa  kasih  sayang  pada  anggota  keluarga,  karena  kasih  sayang  merupakan  kebutuhan  jiwa  manusia ( Nana Syaodih Sukmadinata, 2009: 162).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa peran seorang peminpin adalah sebagi berikut:
1.    Merancang, mengarahkan dan mengkordinir semua aktifitas anggota agar program yang di buat berjalan dengan baik
2.    Membimbing anggotanya untuk menjalankan tugasnya
3.    Membimbing anggotanya agar menjadi orang yang menjadi contoh teladan
4.    Menjaga hubungan baik sesama anggota
5.    Menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitar
6.    Meningkatkan pengetahuan anggotanya
7.    Memberi fasilitas dan penilaian terhadap anggotanya
8.    Membina anggota dengan rasa kekeluargaan
9.    Memberikan pelayanan dan fasilitas terhadap anggotanya untuk menambah pengetahuan
10.    Memberikana motivasi kepada anggotanya     
2.    Pembinaan  Akhlak
a.    Pengertian Akhlak
 Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun(خلق)  yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Mahmud Yunus, 1989:120). Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan “khalkun”  (خلق)  yang berarti kejadian, serta erat hubungan “ Khaliq” (خالق)  yang berarti Pencipta dan “Makhluk” (مخلوق) yang berarti yang diciptakan (Asmaran As, 2002: 2 ).
Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam al-Qur'an, sebagai berikut:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ

Artinya“ Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Q.S. Al-Qalam, 68:4). ( Al-Qur'an dan Terjemah, 1989: 960)

Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
a.    Menurut Ibn Miskawaih Bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk  melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu (Beni Ahmad Saebani, 2010: 194).
b.    Menurut Imam Al-Ghazali Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan (Al-Ghazali 1967: 361). Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk (Asmaran As, 2002: 3 ).
c.    Menurut Ahmad Amin akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak (Amril Mansur, 2007: 14).
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan. Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak Islami, secara sederhana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak  dalam menempati posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati orang tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia. Jadi, akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.
b.   Macam-macam Akhlak yang harus di ajarkan pada Remaja
a)   Akhlak Al-Karimah
Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1.         Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan menjangkau hakekatnya 
2.         Akhlak kepada orang tua
Akhlak terhadap orang tua adalah menghormati dan mengabdi diri kepada orang tua dengan baik dan selalu menaati perintahnya dan selalu menyayanginya, seperti  contoh merwatnya ketika sakit dan membantu dalam bekerja (Burhanuddin Salam, 2000: 199).    .


3.         Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang tercela.
4.         Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya. Akhlak sesama manuasi dimaksudkan adalah bagaimana saling menghoramati orang lain , sekalipun terdapat perbedaan baik perbedaan pendapat bahkan agama, seperti contoh menerima pendapat orang lain jika itu lah yang benar, tdak mengganggu orang lain dalam melaksanakan ibadannya (Abdullah Nasih Ulwan, 2002: 194).
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukurinya dengan berupa berzikir dengan hatinya. Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik
b)       Akhlak Al-Mazmumah
       Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:
1.         Berbohong, ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
2.         Takabur (sombong), ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
3.         Dengki, ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.
4.         Bakhil atau kikir, Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain (Asmaran As, 2002: 35 ).
Dari penjaelasan di atas telihat dengan jelas bahawa akhlak merupakan hasil dari perbuatan atau wujud dari pengamalan, yang mempunyai peranaan penting dalam kehidupan terutama bagi remaja yang menginjak dewasa.
3.           Remaja
Remaja  berasal  dari kata  adolescence  yang  bahasa  latin  yang  berarti  to grow up to manurity,  berarti  tumbuh  dan  berkembang  menuju  kearah  kematangan,  tumbuh  dari  kanak-kanak  menjadi  dewasa (E.  B  Harlock, 1980:13). Remaja  adalah  suatu  tingkatan  umur,  dimana  anak-anak  tidak  dikatakan  anak-anak  lagi,  akan  tetapi  belum  juga  dikatakan  dewasa.  Artinya  umur  yang  menjembatani  antara  umur  anak-anak  dengan  dewasa (Zakiah  Drajat, 1992:23).
Remaja  adalah  masa  peralihan  yang  tempuh  oleh  anak  menuju  dewasa (Katini  Kartono,1979:149).  Para  ahli  memberikan  batasan  yang  berbeda  mengenai  kapan  terjadinya  masa  remaja.  Hurlock membagi remaja menjadi dua sub, yaitu:
1.      Masa  remaja  awal,  anak  perempuan  umur  13-17  tahun  dan  anak  laki-laki  14-17  tahun,  biasanya  disebut  dengan  tenager.
2.      Masa  remaja  berakhir,  umur  17-18  tahun  baik  untuk  anak  perempuan  maupun  anak  laki-laki,  biasanya  disebut  dengan  muda-mudi. 
Luela  Cole  (1963)  membagi  remaja  dalam  tiga  sub  masa,  yaitu:
1.      Masa  remaja  awal,  perempuan  13-15  tahun,  kalau  laki-laki  15-18  tahun.
2.      Masa  remaja  pertengahan,  permpuan  18-21  tahun,  kalau  anak   laki-laki  17-19.
3.      Masa  remaja  akhir,  perempuan  18-21  tahun,  sedangkan  anak  laki-laki  19-21  tahun (Syamsu  Yusuf  LN,  2001:184).
Jadi  mengenai  batasan  umur  pemuda  atau  remaja  tersebut,  disini  sebagai  seorang  sarjana  psikologi  mengungkapkan  bahwa  secara  global  masa  remaja  itu  berlangsung  antara  umur  12  sampai  21  tahun   inilah  merupakan  batasan  usia  remaja (Sardiman A. M, 2010: 50)   
4.             Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembinaan Akhlak Remaja
Adapun faktor yang mempengaruhi pembinaan moralitas remaja adalah sebagai berikut yaitu:
a.    Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga menjadi salah satu perhatian dalam mendidik akhlak anak, sebab keluarga adalah tempat pertama anak mendapatkan pendidikan, keluarga yang harmonis, disiplin, dan agamis akan memicu perkembangan anak  menjadi cerdas, displin dan agamis. Sebaliknya juga jika dalam keluarga tersebut tidak terdapat nilai-nilai yang baik dan agamis, maka anak akan tumbuh menjadi orang yang tak bermoral dan beretika. (H. Djaali, 2009: 57).
Latar belakang orang termasuk pendidikan orang tua, menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan anak, baik ia akhlaknya. Sebab anak dalam perkembangannya tidak terlepas dari didikan dalam keluarga, maksuknya adalah keberhasilan seorang anak tergantung pada didikan orang tuanya dalam keluarga. Sehingga peran orang tua dalam membina kepribadian anak termasuk akhlak, mempunyai pengaruh besar terhadap latar belakang orang tua. Jika seorang anak didik dalam keluarga yang latar belakang religius, maka kehidupan dan kepribadian anak dalam kesehariannya akan ikut religiaus, sebab ia mendapatkan ajaran dan contoh dari orang tuanya. Namun sebaliknya jika anak didik dalam dunia tanpa akhlak, anak akan tumbuh tanpa akhlak (Slameto, 2010: 61). Sebagai contoh seorang  orang tua yang menginginkan anaknya meraih prestasi tinggi dalam bidang akademik maka anak akan diajari untuk bersaing dan menyombongkan diri atas kemenangannya. anak pun diajarkan pelit terhadap ilmu, mementingkan dirinya sendiri, dan bergelimang kemewahan. Dengan demikian anak benar-benar dicetak menjadi anak supercerdas secara akademik, namun benar-benar rendah secara akhlak. Dengan demikian nyatalah bahwa akhlak anak dipengaruhi latar belakang pendidikan orang tuanya (Bambang Trim, 2008:9)
b.    Budaya
Indonesia sebagai negara yang penuh dengan keberagaman suku, menjadi sebuah kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan budaya yang berbeda-beda mengajari kita untuk saling hormat menghormati, toleransi, tenggang rasa, tolong menolong. Dengan demikian kita akan menjadi masyarakat yang harmonis, serta memberikan kita untuk cara-cara kita bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. pendidikan sosial. Jikalau pun demikian disatu sisi budaya juga akan menjadikan kita menjadi orang yang tidak punya sopan santun terhadap orang lain. Oleh karena itu budaya yang tidak baik menjadi satu problema di masa ini, dalam menanamkan nilai-nilai akhlak terhadap anak. Bahkan menjadi sebuah pemicu bagi anak untuk berbuat jahat yang tidak punya akhlak dan etika yang bertentangan dengan ajaran agama (Choirul Mahpud, 2011:218-219). 
c.     Lingkungan (Masyarakat)

Masyarakat adalah tempat ketiga bagi anak mendapatkan pendidikan dan penanaman akhlak. Dalam masyarakat banyak hal yang dapat diperoleh anak, termasuk bagaimana cara bergaul dengan orang lain dan menghargai dan mengormati orang lain. Lingkungan yang penuh dengan nilai-nilai agama akan menghantarkan anak menjadi orang yang berakhlak, namun sebaliknya lingkungan yang penuh dengan kejahatan akan menghantarkan anak menjadi anak yang tak bermoral (Slameto, 2010: 71)