Senin, 06 Desember 2010

ISLAM DI KAMBOJA

BAB I
PENDAHULUAN
Menatap dunia masa kini tentunya tidak sama halnya dengan menatap dunia masa lalu. Hal ini sangat berkaitan dengan cara pandang para pelaku sejarah (masyarakat) yang hidup pada zamannya. Sebab cara pandang ini berdasar pada standar kemajuan yang seolah-olah telah menjadi nota kesepahaman dan kesepakatan masyarakat dalam menatap kehidupan di zamannya. Terlebih lagi ketika ada diskursus mengenai kebudayaan. Tentunya standar kemajuan tersebut akan melahirkan suatu indicator-indikator sebagai tolak ukur terhadap gejala-gejala perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut.
Sehingga penilaian maju mundurnya suatu kebudayaan masyarakat tertentu bisa dilakukan ketika indikasi perubahan sosial mulai bermunculan. Pendek kata, yang menyebabkan munculnya perbedaan cara pandang masyarakat terhadap dunianya adalah bahwa standarisasi kemajuan mempunyai kelemahan terhadap batasan kronologis waktu. Tak pelak lagi, memang kehidupan kita terbatas oleh “ruang dan waktu”.
Meninjau kembali sejarah peradaban dunia, telah terjadi benturan-benturan peradaban sebagai akibat dari arogansi identitas terhadap kebudayaannya. Memang suatu peradaban merupakan implementasi dari kebudayaan manusia dan diyakini sebagai tatanan kehidupan sosial masyarakat. Karena hal itulah maka terjadi gesekan-gesekan antar kepentingan terhadap kebudayaan. Barangkali dengan begitu suatu kepentingan akan terlegalisasi oleh suatu sistem kebudayaan masyarakatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ISLAM DI MYANMAR
Islam di Myanmar termasuk dalam agama minoritas, dengan presentase sekitar 4% dari jumlah penduduk di seluruh Myanmar. Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055. Para saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin. Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia. Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu. Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan.
Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi ke Myanmar. Tapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941. Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara.
Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma. Muslim Persia menemukan Myanmar setelah menjelajahi daerah selatan Cina. Koloni muslim Persia di Myanmar ini tercatat di buku Chronicles of China di 860. Umat muslim asli Myanmar disebut Pathi dan muslim Cina disebut Panthay. Konon, nama Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas muslim bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan Pathein. Tapi komunitas muslim ini mulai berkurang seiring dengan bertambahnya populasi asli Myanmar. Pada abad ke-19, daerah Pathein dikuasai oleh tiga raja muslim India.
Pada zaman Raja Bagan yaitu Narathihpate (1255-1286), pasukan muslim Tatar pimpinan Kublai Khan dan menguasai Nga Saung Chan. Kemudian, pasukan Kublai Khan ini menyerang daerah Kerajaan Bagan. Selama peperangan ini, Kolonel Nasrudin juga menguasai daerah Bamau.
B. ISLAM DI KAMBOJA
Kamboja terletak di bagian Timur Asia, berbatasan dengan Thailand dari arah utara dan dan barat, Laos dari arah utara dan Vietnam dari arah timur dan selatan. Luas negara ini 181.055 Km2 dengan jumlah penduduk 11.437.656 jiwa (sensus 1998), 6% beragama Islam dan mayoritas beragama Budha serta minoritas beragama Katholik.
Beberapa ahli sejarah beranggapan bahwa Islam sampai di Kamboja pada abad ke-11 Masehi. Ketika itu kaum muslimin berperan penting dalam pemerintahan kerajaan Campa, sebelum keruntuhannya pada tahun 1470 M, setelah itu kaum muslimin memisahkan diri.
Sepanjang sejarah Kamboja baru-baru ini, kaum muslim tetap teguh menjaga pola hidup mereka yang khas, karena secara agama dan peradaban mereka berbeda dengan orang-orang Khmer yang beragama Budha. Mereka memiliki adat istiadat, bahasa, makanan dan identitas sendiri, karena pada dasarnya, mereka adalah penduduk asli kerajaan Campa yang terletak di Vietnam yang setelah kehancurannya, mereka hijrah ke negara-negara tetangga di antaranya Kamboja, ini terjadi sekita abad ke-15 Masehi.
Pada permulaan tahun 70-an abad ke-20, jumlah kaum muslimin di Kamboja sekitar 700 ribu jiwa. Mereka memiliki 122 mesjid, 200 mushalla, 300 madrasah islamiyyah dan satu markaz penghafalan al-Qur’an al-Karim. Namun karena berkali-kali terjadi peperangan dan kekacauan perpolitikan di Kamboja dalam decade 70-an dan 80-an lalu, mayoritas kaum muslimin hijrah ke negara-negara tetangga dan bagi mereka yang masih bertahan di sana menerima berbagai penganiayaan; pembunuhan, penyiksaan, pengusiran dan penghancuran mesjid-mesjid dan sekolahan, terutama pada masa pemerintahan Khmer Merah, mereka dilarang mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan, hal ini dapat dimaklumi, karena Khmer Merah berfaham komunis garis keras, mereka membenci semua agama dan menyiksa siapa saja yang mengadakan kegiatan keagamaan, muslim, budha ataupun lainnya. Selama kepemerintahan mereka telah terbunuh lebih dari 2 juta penduduk Kamboja, di antaranya 500.000 kaum muslimin, di samping pembakaran beberapa mesjid, madrasah dan mushaf serta pelarangan menggunakan bahasa Campa, bahasa kaum muslimin di Kamboja.
Baru setelah runtuhnya kepemerintahan Khmer Merah ke tangan pememrintahan baru yang ditopang dari Vietnam, secara umum keadaan penduduk Kamboja mulai membaik dan kaum muslimin yang saat ini mencapai kurang lebih 45.000 jiwa dapat melakukan kegiatan keagamaan mereka dengan bebas, mereka telah memiliki 268 mesjid, 200 mushalla, 300 madrasah islamiyyah dan satu markaz penghafalan al-Qur’an al-Karim. Di samping mulai bermunculan organisasi-organisasi keislaman, seperti Ikatan Kaum Muslimin Kamboja, Ikatan Pemuda Islam Kamboja, Yayasan Pengembangan Kaum Muslimin Kamboja dan Lembaga Islam Kamboja untuk Pengembangan. Di antara mereka juga ada yang menduduki jabatan-jabatan penting dipemerintahan, seperti wakil perdana menteri, menteri Pendidikan, wakil menteri Transportasi, dua orang wakil menteri agama dan dua orang anggota majlis ulama.
Sekalipun kaum muslimin dapat menjalankan kegiatan kehidupan mereka seperti biasanya dan mulai mendirikan beberapa madrasah, mesjid dan yayasan, namun program-program mereka ini mengalami kendala finansial yang cukup besar, melihat mereka sangat melarat. Ini dapat dilihat bahwa gaji para tenaga pengajar tidak mencukkupi kebutuhan keluarga mereka. Disamping itu sebagian kurikulum pendidikan di beberapa sekolah agama sangat kurang dan tidak baku.
Saat ini kaum muslimin Kamboja berpusat di kawasan Free Campia bagian utara sekitar 40 % dari penduduknya, Free Ciyang sekitar 20 % dari penduduknya, Kambut sekitar 15 % dari penduduknya dan di Ibu Kota Pnom Penh hidup sekitar 30.000 muslim. Namun sayang, kaum muslimin Kamboja belum memiliki media informasi sebagai ungkapan dari identitas mereka, hal ini dikarenakan kondisi perekomomian mereka yang sulit.
Kaum muslimin Kamboja khususnya dan beberapa kawasan Islam di bagian timur Asia pada umumnya membutuhkan kucuran bantuan dari saudara-saudara mereka, khususnya yayasan-yayasan sosial dan lembaga-lembaga kemanusiaan, mereka sangat membutuhkan program-program yang dapat meninggikan taraf kehidupan mereka, karena selama ini sebagian besar dari mereka bergantung dari pertanian dan mencari ikan, dua pekerjaan yang akhir-akhir ini sangat berbahaya, karena sering terjadi banjir dan angin topan yang menyebabkan kerugian besar bagi kaum muslimin dan membawa mereka sampai ke bawah garis kemiskinan.
Kaum muslimin Kamboja juga membutuhkan pembangunan beberapa sekolah dan pembuatan kurikulum Islam yang baku, karena selama ini sekolah-sekolah yang berdiri saat ini berjalan berdasarkan ijtihad masing-masing, setiap sekolah ditangani oleh seorang guru yang membuat kurikulum sendiri yang umumnya masih lemah dan kurang, bahkan ada beberapa sekolah diliburkan lantaran guru-gurunya berpaling mencari pekerjaan lain yang dapat menolong kehidupan mereka. Mereka juga sangat membutuhkan adanya terjemah al-Qur’an al-Karim dan buku-buku Islami, khususnya yang berkaitan dengan akidah dan hukum-hukum Islam.
Islam adalah agama mayoritas Cham (juga disebut Khmer Islam) dan minoritas Malaysia di Kamboja. Menurut Po Dharma, ada 150.000 hingga 200.000 Muslim di Kamboja sebagai sebagai akhir 1975. Penganiayaan di bawah Khmer Merah mengakibatkan jumlah mereka terkikis, bagaimanapun, dan pada akhir 1980-an mereka mungkin tidak mendapatkan kembali kekuatan mereka sebelumnya. Pada tahun 2009, Pew Research Center memperkirakan bahwa 1,6% dari populasi, atau 236.000 orang Muslim.[1] Semua Muslim Cham adalah Sunni. Dari sekolah Syafi'i. Ada juga tumbuh komunitas muslim Ahmadiyah di Kamboja. Po Dharma membagi Muslim Cham di Kamboja menjadi cabang tradisionalis dan cabang ortodoks.
C. ISLAM DI VIETNAM
Vietnam adalah negara sosialis yang berpenduduk + 80 juta jiwa dengan wilayah seluas 331.688 km2. Negara beribukota Hanoi ini terbagi dalam 59 provinsi dan lima kota setingkat provinsi. Sejumlah provinsi diklasifikasi dalam delapan wilayah, yaitu: Northwest, Northeast, Red River Delta, North Central Coast, South Central Coast, Sentral Highland, Southeast, dan Mekong River Delta. Secara geografis, Vietnam masih berada di Asia Tenggara, persisnya di kawasan Indochina, dengan batas RRC di bagian utara. Sedangkan di bagian barat Vietnam dibatasi oleh negara Laos dan Kamboja.
Vietnam memiliki kemiripan sejarah dengan Indonesia. Vietnam dijajah oleh Perancis selama lebih dari satu setengah abad, kemudian pada tahun 1941 digantikan oleh Jepang. Vietnam merdeka pada tanggal 2 September 1945 setelah berhasil mengusir Jepang yang telah menjajahnya selama 4 tahun. Akan tetapi kemerdekaan tersebut tidak diakui oleh Perancis yang masih merasa memiliki Vietnam. Keadaan ini menyebabkan terjadinya perang dengan Perancis selama delapan tahun yang berakhir dengan kekalahan Perancis pada tahun 1854. Menyerahnya Perancis tidak mengakhiri peperangan di Vietnam. Karena Vietnam terpecah menjadi dua negara. Pertama Vietnam Utara yang merdeka di bawah pimpinan Ho Chi Minh. Yang kemudian berkembang menjadi negara komunis. Yang kedua Vietnam Selatan yang cenderung kapitalis karena didukung oleh Amerika Serikat.
Perang saudara kedua negara pecah pada tahun 1969. Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat, akhirnya takluk dengan Vietnam Utara yang dibantu oleh negara-negara Timur, terutama RRC. Perang yang menewaskan ribuan rakyat kedua belah pihak dan sejumlah tentara Amerika masuk dalam istilah MIA (missing in action) ini baru berakhir pada tahun 1975, dan Amerika angkat kaki dari negara itu. Perang yang kejam ini sempat melahirkan killing field yang diangkat ke layar lebar oleh industri perfilman Hollywood. Dengan berakhirnya perang itu, maka pada tahun 1976 kedua Vietnam bersatu dalam satu bendera di bawah nama Republik Sosialis Demokrasi Vietnam, dengan lagu kebangsaan Tien Quan Cha.
Di awal berdirinya, Vietnam mengalami kesulitan ekonomi hebat hingga tahun 1990. Kesulitan ini antara lain karena adanya embargo dari Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa. Namun pada tahun 1990– sejak ditemukannya kandungan minyak bumi di perut negara itu – Vietnam menunjukkan perbaikan ekonomi secara mengejutkan. Laporan Bank Dunia mencatat, bahwa Vietnam merupakan negara yang memiliki perkembangan ekonomi tercepat kedua di dunia, dengan angka pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) per tahun antara 2000-2004 rata-rata sebesar 7%. Presiden Nguyen Minh Triet dan Perdana Menteri Nguyen Tan Dung boleh berbangga, karena pada tahun 2007 ini Bank Dunia mencatat, bahwa pendapatan per kapita rakyat Vietnam mencapai US$ 3.025. Sejarah Masuknya Islam di Vietnam Negeri Melayu Champa berdiri sekitar pada abad ke-3 hingga abad ke-15 M dengan kekuatan dan pengaruh yang sangat luas. Sebagaimana kerajaan melayu yang lain, pada saat itu agama Hindu dan Budha sangat mempengaruhi corak pemerintahan kerajaan dengan unsur ketuhanan yang menjadi panutan rakyat.
Daerah kekuasaan kerajaan Champa terletak di pertengahan dan selatan Vietnam.Monumen dan artifak-artifak masih dapat dilihat sebagai bukti sejarah yang menakjubkan. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat memberikan gambaran tingginya upaya bangsa Champa dalam mengolah pemikiran abstrak serta nilai-nilai falsafah yang sangat tinggi.
Kebijakan terhadap agama di Vietnam mengikuti amanat Ho Chi Minh sehari setelah pernyataan kemerdekaan pada tanggal 3 September 1945. Ada enam hal penting yang disampaikan oleh Ho, satu di antaranya adalah kepastian adanya kebebasan bagi warganegara untuk mengikuti atau tidak mengikuti agama. Karena itu sejak konstitusinya yang pertama kebebasan beragama merupakan salah satu dari lima hak dan kewajiban yang utama dari warganegara.
Pada Pasal 10 konstitusi itu menyatakan bahwa hak terhadap kebebasan berbicara, kebebasan melakukan penerbitan, kebebasan untuk berorganisasi dan berkumpul, kebebasan beragama, dan kebebasan untuk melakukan perjalanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Kebebasan beragama (juga kebebasan untuk tidak beragama) diatur pula dalam Konstitusi 1959 dan terakhir dalam Konstitusi 1992. Salah satu pasal Konstitusi 1992 yang masih berlaku sampai saat ini menyatakan, bahwa setiap warganegara memiliki hak untuk bebas beragama baik menjadi pengikut agama maupun tidak menjadi pengikut agama. Semua agama mempunyai persamaan di depan hukum. Tempat beribadat umat beragama dilindungi oleh undang-undang. Tak seorang pun diperbolehkan mengganggu kebebasan berkepercayaan dan beragama, atau mengambil keuntungan dari agama secara melawan undang-undang dan kebijakan negara.
Ketika berkunjung ke Jakarta awal November tahun lalu, Dr. Nguyen Thanh Xuan, Ketua Delegasi Keagamaan Vietnam mengatakan bahwa semua agama diatur oleh Departemen Agama Vietnam, kecuali “agama” Kong Fu Chu. Mengapa? Karena Kong Fu Chu menurut Xuan hanyalah filosofi manusia, bukan agama .
Di samping konstitusi terdapat juga peraturan pemerintah yang antara lain mengatur tentang organisasi agama, pendaftaran organisasi agama, perizinan kegiatan keagamaan, penggunaan tanah untuk rumah ibadah, pencarian dana oleh umat beragama, dan tatacara organisasi agama melakukan hubungan internasional. Dapat disimpulkan bahwa pemerintah pada dasarnya hanya mengatur tentang pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan umat beragama agar tidak dilakukan secara liar. Artinya Pemerintah Vietnam sama sekali tidak ikut mencampuri persoalan internal umat beragama dan tidak ikut serta memikirkan pengembangan ataupun pendidikan agama. Jika pun pemerintah ikut membiayai kegiatan atau penerbitan kitab-kitab agama, hal itu semata-mata merupakan bantuan sekaligus kontrol terhadap organisasi keagamaan.
Kehidupan beragama di Vietnam telah dimulai sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lampau. Hal ini ditunjukkan dengan adanya rumah-rumah ibadah yang yang telah berumur ratusan tahun. Gereja Phat Diem Katedral di Propinsi Ninh Binh, misalnya telah dibangun pada tahun 1875. Begitu pula Pagoda Taifung di Propinsi Ha Tai telah berdiri sejak tahun 1554 dan Pagoda Huong Tich di propinsi yang sama juga telah dibangun sejak abad ke-11. Warganegara Vietnam yang tercatat memeluk agama berjumlah + 20 juta orang atau 25% dari jumlah penduduk seluruhnya. Agama-agama resmi yang di negara itu adalah Budha, Katolik, Kristen, Cao Dai, Hua Hao, dan Islam.
Dari segi jumlah pemeluk agama Budha menempati urutan terbesar, yakni lebih kurang 10 juta orang. Umat Budha menyebar di seluruh provinsi yang ada di Vietnam. Majelis Agama Budha memiliki empat buah institut agama Budha, 38 sekolah agama, dan lebih 5.000 orang biksu/biksuni. Urutan kedua ditempati oleh agama Katolik. Agama ini masuk ke Vietnam pada tahun 1533 pada masa raja Lee Trang Ton dibawa oleh seorang pengusaha bernama Ignatius. Saat ini umat Katolik di Vietnam berjumlah hampir 6 juta orang. Keberadaan umat Katolik didukung oleh 26 wilayah gereja, dua orang kardinal, tiga uskup agung, dan 43 uskup. Lembaga Keuskupan Agama Katolik dibentuk pada tahun 1980 yang masing-masing kepengurusan berlangsung selama tiga tahun.
Agama Kristen masuk ke urutan ketiga dengan jumlah pemeluk sekitar sejuta orang. Umat Kristen di Vietnam terbagi dalam empat kelompok yaitu Confederasi Evangelis atau Northern Church, Gereja Dataran Tinggi bagian Utara, Asosiasi Misionaris Protestan, dan provinsi Binh Phruoc dan Dataran tinggi tengah. Agama Kristen pertama kali masuk ke Vietnam pada tahun 1887 dibawa oleh Pasto A.B. Simpson. Majelis Agama Kristen memiliki sebuah lembaga pendidikan dan 10 kursus-kursus keagamaan.
Agama Islam termasuk di antara agama yang eksistensinya diakui di negara itu. Islam masuk ke Vietnam antara abad ke 11 – 14 dibawa oleh pedagang Timur Tengah dan Asia Barat. Komunitas Islam – yang di seantero negeri jumlahnya baru mencapai sekitar 66.000 orang itu – banyak berada di wilayah yang didiami oleh suku Champa dan provinsi bagian selatan. Islam di Vietnam terbagi dalam dua kelompok, yaitu Camp Ba-ni, biasa disebut kelompok Islam kuno dan Camp Islam atau kelompok Islam baru.
Selain agama-agama yang sudah disebutkan itu, masih terdapat agama-agama lain di Vietnam yang masih agak asing di telinga kita. Sebut saja misalnya agama Cao Dai. Agama ini merupakan agama lokal yang berpusat di Propinsi Thai Ninh. Pengikut agama Cao Dai tersebar di seluruh Vietnam dengan jumlah pengikut cukup besar, mendekati tiga juta orang.
Di Kota Thay Ninh terdapat suatu lokasi yang dianggap sebagai tanah suci umat agama penyembah dewa ini. Di sanalah para pimpinan Majelis Agama Cao Dai, dan dari sana agama ini dikendalikan. Di tanah suci tersebut juga terdapat kuil utama yang setiap tahun dikunjungi oleh umat Cao Dai dari seluruh penjuru Viet Nam. Di kuil tersebut, selain patung dewa-dewa, yang menjadi lambang persembahan adalah suatu bulatan besar berbentuk bola yang di tengahnya terdapat gambar sebuah mata manusia.
Kota Tay Ninh sendiri terletak di barat laut sekitar 100 kilometer dari Saigon (bekas ibukota Vietnam Selatan). Situswww.asiama ya.com/ menyebutkan, bahwa agama Cao Dai merupakan gabungan dari unsur-unsur agama Kristen, Buddha, Khong Hu Chu, Tao, Islam dan mungkin masih ada sejumlah agama lainnya. Cara beribadah dalam agama ini adalah dengan memuja orang-orang suci yang karakternya sungguh berbeda, seperti Dewa Brahma dalam agama Hindu dan Sir Winston Churchill; Musa dan penulis dari Perancis, Victor Hugo. Agama ini diciptakan pada tahun 1920-an oleh seorang pejabat pemerintah Vietnam, Ngo Van Chieu.
Di Tay Ninh, Kuil Agung Cao Dai merupakan katedral yang paling penting bagi agama ini. Terpisah dari katedral, ada sejumlah bangunan lain, dan di antaranya ada sebuah sekolah. Semua bangunan dicat dengan warna kuning pastel. Katedral ini dibangun dengan gaya campuran antara gaya timur dan unsur Eropa. Pria dan wanita masuk ke dalam katedral dari pintu yang berbeda.
Masih terdapat setidaknya satu agama lokal lagi, yakni agama Hoahao dengan jumlah umat sekitar sejuta orang. Karena kemiripannya dengan Budha, agama ini biasa juga disebut Budha Hoa Hao. Bedanya, simbol Budha yang disembah penganut agama ini bukanlah patung, melainkan sehelai kain berwarna coklat yang melambangkan “Budha adalah hati dan hati yang baik adalah Budha


BAB III
PENUTUP
Islam di Myanmar termasuk dalam agama minoritas, dengan presentase sekitar 4% dari jumlah penduduk di seluruh Myanmar. Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055. Para saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin. Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.
Kamboja terletak di bagian Timur Asia, berbatasan dengan Thailand dari arah utara dan dan barat, Laos dari arah utara dan Vietnam dari arah timur dan selatan. Luas negara ini 181.055 Km2 dengan jumlah penduduk 11.437.656 jiwa (sensus 1998), 6% beragama Islam dan mayoritas beragama Budha serta minoritas beragama Katholik. Islam adalah agama mayoritas Cham (juga disebut Khmer Islam) dan minoritas Malaysia di Kamboja. Menurut Po Dharma, ada 150.000 hingga 200.000 Muslim di Kamboja sebagai sebagai akhir 1975
Agama Islam termasuk di antara agama yang eksistensinya diakui di negara itu. Islam masuk ke Vietnam antara abad ke 11 – 14 dibawa oleh pedagang Timur Tengah dan Asia Barat. Komunitas Islam – yang di seantero negeri jumlahnya baru mencapai sekitar 66.000 orang itu – banyak berada di wilayah yang didiami oleh suku Champa dan provinsi bagian selatan. Islam di Vietnam terbagi dalam dua kelompok, yaitu Camp Ba-ni, biasa disebut kelompok Islam kuno dan Camp Islam atau kelompok Islam baru.





DAFTAR PUSTAKA

Ahmadiyya Muslim Mosques Around the World, pg. 123
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bm.html
“The Muslims of Burma” A study of a minority Group, by Moshe Yegar, 1972, Otto Harrassowitz. Wisbaden. page 2, first line.
Dr Tin Hlaing, leader of Myanmar delegate, pada Dialogue on Interfaith Cooperation di Yogyakarta.
“The Muslims of Burma” A study of a minority Group, by Moshe Yegar, 1972, Otto Harrassowitz. Wisbaden. page 29, paragraph 1&2.
The Muslims of Burma by Moshe Yegar, page9
Miller, Tracy, ed. (October 2009) (PDF), Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population, Pew Research Center, hlm. 31,
http://pewforum.org/newassets/images/reports/Muslimpopulation/Muslimpopulation.pdf, diakses pada 2009-10-08
www.walubi.or.id/.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar